Hidup dan Peran KBG
1. Sejak
tahun 2000, Keuskupan Denpasar berkomitmen menjadikan KBG sebagai kendaraan
pastoral.
2. Definisi
KBG yang dipakai oleh Keuskupan Denpasar adalah “persekutuan umat yang relatif
kecil (sekitar 10-15 KK), dalam suatu wilayah teritorial yang berdekatan, mudah berkumpul secara berkala untuk
mendengarkan Firman Tuhan, membagi masalah harian bersama dan mencari
pemecahannya dalam terang Kitab Suci.”
3. Setelah
lebih dari 10 tahun, apakah komitmen pengembangan KBG tersebut hanya
GERAK-GERIK belaka?
4. Jawabannya
jelas TIDAK! Keuskupan Denpasar telah melakukan gerakan pelembagaan
(institusionalisasi) KBG. Dari gerakan pelembagaan itu telah muncul banyak KBG
di paroki-paroki, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut ini:
1.
Sistem Organisasi Paroki Di Dekenat Bali Barat
PAROKI
|
STASI
|
WILAYAH/SEKTOR
|
KBG
|
TABANAN
|
2
|
7 wilayah
|
31
|
GUMBRIH
|
2
|
-
|
5
|
NEGARA
|
-
|
5 lingkungan/kring
|
10
|
PALASARI
|
3
|
3 lingkungan
|
15
|
SINGARAJA
|
-
|
3 lingkungan
|
5
|
TOTAL
|
7
|
18
|
66
|
2. Sistem Organisasi Paroki Di Dekenat Bali Timur
PAROKI
|
STASI
|
WILAYAH/SEKTOR
|
KBG
|
KATEDRAL
|
1 stasi
|
14 wilayah
|
78
|
ST.YOSEP
KEPUNDUNG
|
1 stasi
|
5 sektor
|
14
|
ST.
PETRUS DPS
|
-
|
6 sektor
|
26
|
KUTA
|
-
|
4 wilayah
|
-
|
NUSA DUA
|
-
|
5 lingkungan
|
15
|
GIANYAR
|
-
|
4 kring
|
8
|
TUKA
|
-
|
11 sektor/wilayah
|
-
|
KULIBUL
|
-
|
6 sektor
|
-
|
BABAKAN
|
-
|
2 wilayah dan 5 sektor
|
-
|
TANGEB
|
3
|
-
|
4
|
KLUNGKUNG
|
-
|
-
|
3
|
AMLAPURA
|
-
|
-
|
4
|
TOTAL
|
3
|
62
|
148
|
3. Sistem Organisasi Paroki Di Dekenat NTB
PAROKI
|
STASI
|
WILAYAH/SEKTOR
|
KBG
|
AMPENAN
|
-
|
9 lingkungan
|
26
|
MATARAM
|
1
|
12 lingkungan
|
30
|
PRAYA
|
1
|
-
|
3
|
DOMPU
|
-
|
-
|
13
|
BIMA
|
-
|
-
|
10
|
SUMBAWA
|
5
|
7
|
24
|
DONGGO
|
2
|
1
|
16
|
TOTAL
|
9
|
29
|
122
|
·
Data tabel-tabel di atas berasal dari: Laporan FGD dari
semua paroki Keuskupan Denpasar.
·
Menurut laporan FGD dari semua paroki, sampai tahun 2011
ini total terdapat 336 KBG di Keuskupan Denpasar: 66 di Dekenat Bali Barat; 148
di Dekenat Bali Timur; 122 di Dekenat NTB. Catatan: Tim Penelitian mengalami
sedikit kesulitan dalam menghitung jumlah KBG karena dalam laporan dari
beberapa paroki, ada stasi dan wilayah yang dilaporkan sebagai KBG.
·
Sebagai pembanding, menurut Laporan Penelitian Sinode II (hlm. 57), sampai tahun 2005 di
Keuskupan Denpasar terdapat 244 KBG. KBG-KBG tersebut terdapat di 16 Paroki. 8
Paroki belum membentuk KBG.
·
KBG-KBG tersebut memiliki pengurus dan anggota seperti
dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
4.
KBG-KBG
Di Dekenat Bali Barat
PAROKI
|
RATA-RATA
JUMLAH KK KBG
|
JUMLAH KK TERBESAR
|
JUMLAH KK TERKECIL
|
RATA-RATA JUMLAH
PENGURUS
|
TABANAN
|
10,29
|
15
|
6
|
2,9
|
GUMBRIH
|
15,4
|
23
|
6
|
3,2
|
NEGARA
|
19,6
|
36
|
9
|
4,7
|
PALASARI
|
17,07
|
27
|
11
|
6,3
|
SINGARAJA
|
23,4
|
32
|
14
|
2,8
|
5.
KBG-KBG
Di Dekenat Bali Timur
PAROKI
|
RATA-RATA
JUMLAH KK KBG
|
JUMLAH KK TERBESAR
|
JUMLAH KK TERKECIL
|
RATA-RATA JUMLAH
PENGURUS
|
KATEDRAL
|
23,06
|
72
|
9
|
3,26
|
ST.YOSEP KEPUNDUNG
|
28,57
|
52
|
6
|
1,78
|
ST. PETRUS DPS
|
25,5
|
41
|
10
|
3
|
KUTA
|
Tidak ada data
|
|
|
|
NUSA DUA
|
26,73
|
47
|
5
|
3,6
|
GIANYAR
|
20
|
30
|
8
|
4,16
|
TUKA
|
49,81
|
65
|
15
|
5,72
|
KULIBUL
|
32,16
|
58
|
17
|
4,16
|
BABAKAN
|
Tidak ada data
|
|
|
|
TANGEB
|
13,75
|
14
|
13
|
2
|
KLUNGKUNG
|
11,6
|
13
|
9
|
4
|
AMLAPURA
|
12,5
|
24
|
7
|
3,75
|
|
|
|
|
|
6.
KBG-KBG Di Dekenat NTB
PAROKI
|
RATA-RATA
JUMLAH KK KBG
|
JUMLAH KK TERBESAR
|
JUMLAH KK TERKECIL
|
RATA-RATA JUMLAH
PENGURUS
|
AMPENAN
|
17
|
25
|
4
|
3,5
|
MATARAM
|
17,20
|
40
|
5
|
3,7
|
PRAYA
|
16
|
20
|
12
|
5
|
DOMPU
|
9,2
|
16
|
2
|
2,6
|
BIMA
|
22,67
|
35
|
11
|
5,1
|
SUMBAWA
|
23,46
|
55
|
11
|
3
|
DONGGO
|
18,69
|
34
|
11
|
2,9
|
·
Data di atas menunjukkan bahwa KBG-KBG di Keuskupan
Denpasar telah menjadi organisasi yang memiliki kepengurusan dan keanggotaan
yang jelas.
·
Dalam Focus Group
Discussion (FGD) tingkat paroki, tokoh-tokoh umat yang menjadi pengurus di
paroki diminta memberi pandangan mereka (YA atau TIDAK) terhadap strategi
Keuskupan Denpasar menjadikan KBG sebagai kendaraan pastoral. Laporan hasil FGD
dari paroki-paroki menunjukkan
hasil sebagai berikut:
PAROKI
|
YA
|
TDK
|
|
PAROKI
|
YA
|
TDK
|
|
PAROKI
|
YA
|
TDK
|
TABANAN
|
6
|
0
|
|
KATEDRAL*
|
4 klp
|
0
|
|
AMPENAN
|
15
|
3
|
GUMBRIH
|
12
|
3
|
|
ST.YOSEP KEPUNDUNG
|
30
|
12
|
|
MATARAM
|
26
|
1
|
NEGARA
|
-
|
-
|
|
ST.PETRUS DPS
|
10
|
10
|
|
PRAYA
|
9
|
1
|
PALASARI
|
12
|
0
|
|
KUTA
|
-
|
-
|
|
DOMPU
|
-
|
-
|
SINGARAJA
|
21
|
0
|
|
NUSA DUA
|
9
|
5
|
|
BIMA
|
5
|
3
|
|
51
|
3
|
|
GIANYAR
|
5
|
7
|
|
SUMBAWA
|
40
|
0
|
|
|
|
|
TUKA
|
24
|
3
|
|
DONGGO
|
20
|
1
|
|
|
|
|
KULIBUL
|
8
|
5
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BABAKAN
|
-
|
-
|
|
|
|
|
|
|
|
|
TANGEB
|
-
|
-
|
|
|
|
|
|
|
|
|
KLUNGKUNG
|
15
|
0
|
|
|
|
|
|
|
|
|
AMLAPURA
|
20
|
0
|
|
|
|
|
TOTAL
|
51
|
3
|
|
TOTAL
|
121
|
42
|
|
TOTAL
|
115
|
9
|
PERSENTASE
|
94,4%
|
5,6%
|
|
PERSENTASE
|
74,2%
|
25,8%
|
|
PERSENTASE
|
92,7%
|
7,3%
|
CATATAN: *Katedral
melakukan diskusi dalam kelompok dan menghitung YA/TIDAK berdasarkan kelompok.
Di paroki-paroki lain suara YA/TIDAK dihitung per orang. Karena itu, suara dari
Katedral tidak dihitung dalam jumlah total.
·
Data di atas mengindikasikan bahwa sebagian besar pengurus Gereja di tingkat paroki menerima
kebijakan menjadikan KBG sebagai kendaraan pastoral.
·
Catatan kritis perlu diajukan atas argumenyang disampaikan
baik oleh mereka yang mengatakan “YA” dan “TIDAK.”Argumen-argumen yang
disampaikan oleh mereka yang
mengatakan “YA” lebih berkisar soal efektivitas
pengorganisasian, antara lain kelompok kecil lebih mudah diorganisir, lebih
mudah saling mengenal, lebih mudah menjalin keakraban, lebih mudah dikontrol,
dan lain-lain. Pihak yang menyatakan “TIDAK [SETUJU]”memberi alasan, yakni kelompok
kecil kurang ramai, pembentukan KBG memecah rasa persatuan yang telah terbina
sebelumnya, kehadiran
KBG tidak akan berbeda dengan kelompok-kelompok doa yang sudah ada sebelumnya,
dan beberapa alasan lain.
·
Argumentasi
yang diberikan oleh kedua kubu melupakan konsep inti KBG yaitu cita-cita
menerjemahkan Kitab Suci ke dalam praktik hidup sehari-hari. Ini menunjukkan bahwa wacana
tentang KBG di Dekenat Bali Barat masih lebih berputar soal KBG sebagai sistem
pengorganisasian untuk memekarkan (baca = memecah) wilayah/sektor menjadi kelompok yang lebih
kecil, idealnya 10-15 KK. Konsep KBG sebagai semangat tranformasi sosial dengan
inspirasi Kitab Suci belum mengakar dalam kesadaran umat, termasuk di
kalangan para pengurus.
·
Penelitian
Sinode II, 5 tahun yang lalu, memberi catatan kritis perihal adopsi
KBG di Keuskupan Denpasar: “Arus umum
dalam Gereja di sini adalah ritualisme, sementara KBG menekankan dimensi
transformatip. Jadilah anggur baru dimasukkan dalam kerbat lama, akhirnya
dianggap tidak berguna oleh umat dan pelan-pelan ditinggalkan. Pencangkokan KBG dalam keuskupan ini tanda
perencanaan matang dan proses perobahan paradigma dalam hidup menggereja [sic!] merupakan akar masalah utama
mengapa KBG belum berkembang seturut idealnya dan mimpi untuk menjadikan
Gereja keuskupan ini Gereja umat yang inklusip masih merupakan cita-cita yang
jauh” (hlm. 103).
·
Penilaian
kritis atas Penelitian Sinode II tersebut masih valid dengan beberapa catatan. Penerapan KBG, yang
idenya dipinjam dari Gereja Amerika Latin dan Filipina dan diilhami oleh
Teologi Pembebasan, dilakukan seperti melakukan “pencangkokan” sistem
organisasi asing ke
konteks lokal tanpa studi kelayakan yang dibuat secara matang. Dalam proses pencangkokan,
terlihat spirit sistem organisasi
itu hilang dan akhirnya KBG tumbuh
seperti organisasi yang
sudah ada sebelumnya. Artinya, setelah KBG dibentuk, aktivitas dan perannya
tidak berbeda dengan kelompok-kelompok teritorial yang sebelumnya sudah ada
yakni wilayah/sektor/lingkungan/kring.
Perbedaannya terletak hanya pada
ukurannya yang dibuat menjadi lebih kecil (idealnya 10-15 kk).Karena ukurannya lebih kecil,
kemampuan KBG jauh lebih terbatas daripada wilayah/sektor. De facto, sektor/wilayah lebih berperan sebagai “basis” kegiatan
paroki daripada KBG.
·
Meski
demikian, tidak benar bahwa KBG dianggap tidak berguna dan ditinggalkan umat.
Faktanya, KBG-KBG tetap hidup,memiliki struktur dan kegiatan-kegiatan yang relatif
stabil dan terpola.
·
Persepsi umat yang dijaring melalui survei dalam
Penelitian Sinode II (hlm. 61-60) menunjukkan bahwa kegiatan yang sering
dilakukan oleh KBG di Keuskupan Denpasar adalah doa rosario (80% responden
menyatakan hal itu). Kegiatan rohani kedua sering dilakukan adalah syering
Kitab Suci (59%). Kegiatan lain yang sering dilakukan mengumpulkan iuran gereja
(66,5%), turut serta menjaga keamanan lingkungan (64,1%), menolong tetangga
yang butuh bantuan (59,5%), mengunjungi tetangga beragama lain yang mengalami
musibah (55,5), ibadat (55,3%), koor (55,2%). CATATAN: persentase ini
menunjukkan persepsi responden, bukan kegiatan nyata yang dilakukan oleh KBG.
Dari hasil survei ini, kita juga tidak bisa memastikan apakah kegiatan-kegiatan
itu dilakukan oleh KBG, oleh wilayah/stasi/paroki, atau oleh pribadi-pribadi
yang kebetulan adalah anggota KBG.
·
Penelitian Sinode III menemukan, berdasarkan Laporan FGD
dari setiap paroki, bahwa kegiatan KBG terpusat pada kegiatan rohani yang sifatnya
eksklusif, terutama doa rosario dan pendalaman Kitab Suci dan kegiatan
karitatif khususnya mengunjungi orang sakit.
·
Berikut ini adalah cuplikan data kegiatan KBG berdasarkan
rangkuman yang diberikan dalam Laporan FGD paroki-paroki. Perlu diingat bahwa
tidak semua KBG memberikan laporan kegiatan mereka.
7.
Kegiatan KBG Berdasarkan Laporan Dari Paroki-Paroki
KEGIATAN
|
BALI BARAT
|
BALI TIMUR
|
NTB
|
Doa Rosario
|
57 KBG
|
121 KBG
|
101 KBG
|
Syering Kitab Suci
|
58 KBG
|
107 KBG
|
65 KBG
|
Misa
|
9 KBG
|
22 KBG
|
26 KBG
|
Doa Lingkungan/KBG
|
4 KBG
|
20 KBG
|
18 KBG
|
Ziarah Gua Maria
|
22 KBG
|
35 KBG
|
4 KBG
|
Koor
|
8 KBG
|
13 KBG
|
7 KBG
|
CU
|
19 KBG
|
21 KBG
|
29 KBG
|
Kunjungan Orang Sakit
|
41 KBG
|
36 KBG
|
39 KBG
|
Gotong Royong Kebersihan
|
32 KBG
|
6 KBG
|
18 KBG
|
Arisan
|
5 KBG
|
23 KBG
|
9 KBG
|
Sosialisasi Pemilu
|
5 KBG
|
12 KBG
|
12 KBG
|
·
Dari tabel tersebut tampak ada tiga kegiatan yang
menonjol yakni: doa rosario, syering Kitab Suci dan kunjungan orang sakit. Ini
mengindikasikan spiritualitas yang devosional, aktivitas KBG yang bersifat
ritualistik dan semangat karitatif untuk mengunjungi dan menolong orang yang
membutuhkan.
·
Semangat
dasar KBG yakni transformasi sosial berdasarkan terang inspirasi Kitab Suci
belum tampak di lapangan.
Kesan ritualistik
masih terasa. Pendalaman Kitab Suci umumnya dilakukan dalam rangka APP, BKSNdan bukan dilakukan
secara rutin untuk
membicarakan masalah sehari-hari dan mencari pemecahannya dalam terang Kitab
Suci seperti idealisme KBG.
·
Semangat
saling membantu dan gotong
royong ini sangat tampak di paroki-paroki pedesaan. Anggota KBG saling menolong
dalam acara perkawinan, upacara kematian, sakit, dan lain-lain.
·
Gerakan
ke arah keterbukaan dengan masyarakat beriman lain sudah mulai tampak, antara
lain melalui CU, arisan, sosialisasi pemilu, kerja bakti, pelatihan-pelatihan
ketrampilan, gotong-royong dan aneka kegiatan karitatif lainnya. Hanya saja,
porsi kegiatan-kegiatan itu masih kecil, sifatnya insidental dan sering bukan
atas inisiatif KBG.
·
Perlu
dibuat studi mendalam tentang peran dan kegiatan nyata KBG. Dari laporan yang
diberikan oleh paroki-paroki, sulit dibedakan antara kegiatan-kegiatan personal,
kegiatan wilayah/lingkungan/sektor/kring, kegiatan paroki dan kegiatan-kegiatan
yang diorganisir oleh
KBG.
·
Kebijakan
menjadi KBG sebagai kendaraan untuk mewujudkan karya pastoral yang transformatif belum berjalan optimal. Keluhan
banyak paroki bahwa pastor kurang mengunjungi dan memberiperhatian pada KBG menunjukkan
bahwa kendaraan pastoral itu kurang dipakai dan dikembangkan. Juga,
tidak begitu jelas bagaimana strategi menjadikan KBG sebagai kendaraan pastoral
itu hendak dilaksanakan di lapangan.
·
Perlu
dibuat studi kasus atas KBG-KBG yang dinilai aktif/dinamis untuk mengukur
batas-batas kemampuan nyata KBG di lapangan. Dengan studi kasus semacam ini
kita bisa melihat
sejauhmana impian/ideal tentang KBG dapat dilaksanakan secara nyata dalam
konteks kita di lapangan. Sejauh ini wacana yang dikedepankan soal KBG lebih
bersifat idealisme daripada pengalaman nyata dari lapangan.
·
Tim penelitian membuat wawancara mendalam (in-depth interview) dengan pengurus dari
3 KBG yang dinilai baik: 1 KBG
di Paroki Palasari, 1 KBG Paroki
Kuta, 1 KBG Paroki
Singaraja.Pemilihan tersebut mempertimbangkan aspek konteks pedesaan,
pinggiran perkotaan dan perkotaan.
·
Dari studi tersebut, ditemukan bahwa KBG bisa hidup baik
dalam konteks masyarakat pedesaan maupun perkotaan.
- KBG St. Fransiskus Asisi – Palasari (Terbentuk 4 Oktober 2005)
1. Situasi
pedesaan, tempat tinggal berdekatan, tersedianya waktu dan kekompakan anggota
memungkinkan KBG ini “sangat hidup”. Selain berpartisipasi dalam kegiatan
paroki dan lingkungan, mereka memiliki kegiatan sendiri: doa koronka setiap
Rabu Minggu I, doa rosario dan syering Kitab Suci dilanjutkan dengan arisan
setiap Rabu Minggu II, doa di Gua Maria Palasari setiap Rabu Minggu III,
Syering seputar kehidupan basis (permasalahan umum di basis, usul saran dan
suka duka anggota) setiap Rabu Minggu IV, ibadat dan doa rosario setiap Rabu Minggu
V.
2. Selain
kegiatan rutin di atas, kegiatan lain yang biasa dilakukan KBG ini adalah:
menengok dan memberikan santunan kepada anggota yang sakit; Usaha simpan pinjam khusus anggota KBG;
berpartisipasi dengan memberikan bantuan jajan dan kebutuhan lainnya selama 3
hari kepada anggota KBG yang mengalami duka (meninggal); melayani atau menemani
anggota berduka sampai selama 3 hari secara bergilir oleh semua anggota. Setiap
ulang tahun KBG dilaksanakan aksi sosial berupa pemberian bingkisan (hadiah)
kepada lansia, memberi perhatian atau bantuan natura kepada anggota yang lagi
ada acara pernikahan/syukuran, bantuan sosial (insidental).
3. Daya ubah yang
dihasilkan: lebih kompak, semua anggota bisa memimpin doa, terasa dikuatkan dan
dibantu dalam peristiwa duka, kegiatan simpan-pinjam dan arisan membantu dan
meringankan beban ekonomi, memecahkan persoalan nyata sehari-hari dalam
pertemuan setiap Rabu Minggu ke IV dalam bulan. Buah nyata dari kegiatan-kegiatan KBG adalah:
anggota semakin kompak dan saling membantu.
4. Kegiatan yang inklusif menjangkau orang beriman lain:
memberi bantuan sembako dan pernah dalam
bentuk uang kepada keluarga di sekitar KBG (1 KK Hindu dan 1 KK Islam), mengundang keluarga (Hindu- 1 KK) ikut misa dan
memberikan kesaksian setiap HUT KBG. Keluarga Hindu ini sebelumnya memeluk Katolik.
·
KBG Nuansa – Wilayah St. Maria Jimbaran Paroki Kuta
(terbentuk 26 November 2008)
1. Selain berpartisipasi
dalam kegiatan lingkungan dan paroki, KBG ini memiliki kegiatan: syering Kitab Suci setiap hari Rabu; doa dan makan bersama setiap Sabtu akhir bulan; kunjungan sosial ke
panti jompo dan Seminari Tuka, rekoleksi,
kunjungan orang sakit, Natal Bersama di KBG.
2. Daya transformasi yang
dirasakan: syering memperdalam pengetahuan
iman Katolik, membantu menemukan ayat-ayat yang menyentuh
situasi hidup
harian, menjadi ruang untuk membicarakan persoalan ekonomi, dan lain-lain.
3. Buah nyata dari pertemuan seperti itu: anggota semakin
termotivasi untuk bekerja keras, percaya diri, bersemangat mengubah pola hidup, lebih rajin
berdoa dan mengikuti
kegiatan KBG, menumbuhkan kebersamaan yang solid,memekarkan kerinduan membaca Kitab Suci dan mengembangkan iman.
·
KBG Bisma – Lingkungan St.
Yoseph – Paroki Singaraja (Terbentuk 2001)
1. Kegiatan yang dikoordinir
oleh KBG: doa bulanan, pendalaman Kitab
Suci, ziarah, pengumpulan iuran untuk basis, kunjungan kepada keluarga yang
jarang aktif di KBG, kunjungan dan aksi sosial (insidental) misalnya kunjungan
kepada orang sakit, membantu mahasiswa yang mengalami kesulitan.
2. Kegiatan yang dikoordinir oleh lingkungan:doa bersama, arisan, simpan pinjam
dan pelayanan liturgi di gereja
3. Semangat transformasi
berdasarkan terang Kitab Suci: KBG ini biasa berkumpul satu kali dalam satu
bulan melakukan ibadat sabda dan dalam kegiatan ini ada juga membaca dan merenungkan
Kitab Suci; Pertemuan para anggota dengan membaca, merenungkan dan mencari
inspirasi dari Kitab Suci, biasanya pada pendalaman AAP, APP, BKSN dan BULINAS
(bulan Liturgi Nasional). Persoalan nyata yang dibicarakan antara lain persoalan
ekonomi, partisipasi anggota KBG dalam kehidupan menggereja.
4. Buah nyata dari pertemuan-pertemuan itu: arisan,
simpan pinjam (bersama basis lain dalam satu lingkungan), semakin giat dalam
kehidupan menggereja.
5. Buah nyata lainnya, KBG ini sedang mengumpulkan modal
dari para anggota dalam bentuk kolekte dan iuran wajib Rp. 5000/bulan/KK. Dana
terkumpul ini rencananya disalurkan untuk memberikan kesempatan kepada anggota KBG yang hendak membuka warung/usaha kecil
atau membangun kos-kosan.Sampai saat ini danatersebut belum tersalur karena
jumlahnya masih terbatas.
8.
Kesimpulan
1. Perjuangan memberdayakan
KBG sebagai komunitas yang inklusif dan transformatif masih harus menempuh
jalan panjang. Tentu saja hal ini bukan berarti mustahil.
2. KBG-KBG sudah terbentuk,
memiliki kepengurusan dan anggota yang jelas. Persoalannya sekarang bagaimana
menggerakkan KBG-KBG ini untuk menjadi komunitas-komunitas yang berdaya ubah
secara integral – spiritual, ekonomis, sosio-politis, kultural, dan ekologis.
3. PETA JALAN KE DEPAN: (1)
Pemberdayaan KBG perlu dimulai dengan penanaman spiritualitas transformasi
yang integral: KBG tidak dimaksudkan
hanya untuk membuat umat bertambah saleh namun berkembang dalam seluruh aspek
kehidupan. Pembentukan komunitas-komunitas tanpa spiritualitas hanya akan menghasilkan
komunitas-komunitas ritualistik. (2) Pemberdayaan animator-animator KBG harus
dilangsungkan secara berkelanjutan. (3) Keuskupan melalui media komunikasi
perlu menampilkan syering kehidupan KBG-KBG yang dinilai baik untuk menjadi
contoh dan memberi animasi bagi KBG-KBG lain bahwa ber-KBG itu bermanfaat bagi
mereka.
Comments
Post a Comment