TINJAUAN DARI PERSPEKTIF TEOLOGIS
WAJAH GEREJA, WAJAH KRISTU
Rm.DR.Raymundus Sudhiarsa,
SVD.
Berdasarkan tema Sinode III,”Memancarkan Wajah Kristus
Melalui Gereja Yang Inklusif Dan
Transformatif”, Romo DR. Raymundus Sudhiarsa,SVD diundang untuk membawakan
materi berdasarkan tema tersebut ditinjau dari perspektif Teologi. Judul materi
yang diberikan adalah “Wajah Gereja,
Wajah Kristus”. Ringkasan materinya
dapat kami sajikan berikut ini.
Gereja: Missio Dan Communio.
·
Wajah Gereja Kita
“Hendaklah kamu, dalam hidupmu bersama, menaruh
pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” (Filp 2:5).
·
Dua Dimensi Hidup
Menggereja (ad extra, ad intra)
Kata Yahwe kepada nabi Yesaya: “Terlalu sedikit bagimu
hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk
mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara. Tetapi Aku akan
membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari
pada-Ku sampai ke ujung bumi.”(49:6).
Teladan komunitas perdana: berdoa dan berbakti, saling
berbagi dan melayani, melaksanakan misi penyelamatan di dalam dan kepada dunia
(bdk.Kis.2:41-47).
·
Pewartaan dan
Kesaksian
Ciri paguyuban kristiani: saling mengasihi sebagai
jiwa “liturgi kehidupan”(bdk.Yoh.13:34-35).
Metode Penginjilan: Kesaksian hidup, pewartaan verbal(khotbah
yang hidup, liturgi sabda), katekese, pemakaian media
massa, kontak pribadi, sakramen-sakramen, kesalehan-kesalehan rakyat, dan lain
sebagainya (bdk EN 40-48).
Paus Paulus VI: “Manusia
modern lebih senang mendengarkan kesaksian daripada pengajaran. Dan, bila
mereka mendengarkan para pengajar, hal itu disebabkan karena para pengajar tadi
merupakan saksi-saksi”(EN 41).
Metode misi tradisional yang efektif: pendidikan,
kesehatan dan sosial karitatif.
Missio : Gereja Dan Dunia.
· Gereja di
dalam dunia dan untuk dunia (bdk Filp 2:1-11)
Gereja pada hakikatnya missioner: doing, being (AG 2; LG 1; EN 14).
Gereja yang berdialog (FABC: agama-agama,
budaya-budaya, kaum miskin): dialog kehidupan, dialog karya, dialog teologis,
dialog pengalaman rohani; pertemuan yang saling memberdayakan.
Misi Gereja: partisipasi dalam “mission Dei”. Misal,
doa St. Fransiskus Assisi: “Jadikanlah aku pembawa damai!” (bdk.Mat.5:9).
“Nabi adalah orang yang merasakan pengalaman umat”(
bdk GS 1).
· Gereja “Orang Asing”, “Pendatang”, “Tamu”
Beban sejarah. “Dua agama berbeda tidak bisa hidup bersama di bawah satu atap”(Mai Thanh, “Aspects of Christianiy
in Vietnam”, Concilium (2/1993):95).
Gereja membuat dirinya tampak asing? Keterasingan
budaya (bdk EA 20).
Nasihat Yohanes Paulus II (1982) tentang “iman yang
membudaya.”
Ad Gentes, 2 : “Pada
hakekatnya Gereja peziarah bersifat missioner, sebab berasal dari perutusan
Putera dan perutusan Roh Kudus menurut rencana Allah Bapa” (bdk.LG 1).
Evangelii Nuntiandi,
14: “Evangelisasi sungguh merupakan rahmat dan panggilan
khas dari Gereja, identitasnya yang paling dalam. Gereja ada untuk mengadakan
evangelisasi.”
Teologi Dialog: passing-over
dan coming back (beralih ke
tradisi-tradisi lain, mendapatkan pola pikir dan
pola laku yang baru, dan selalu kembali lagi ke tradisi Gereja dengan pola pikir dan pola laku yang diperbaharui); bukan hanya
menginjili saja, tetapi terbuka untuk diinjili (evangelixing as well as being
evangelized). Bandingkan Petrus di rumah Kornelius
di Kaisarea (Kis 10).
Misi: berpartisipasi dalam karya Allah yang
menyelamatkan dunia. Gereja hanyalah partisipan. Teologi partisipatif.
Communio: Gereja, Komunitas Alternatif.
·
Gereja
dibentuk menurut nilai-nilai yang diajarkan
Kristus.
Paguyuban khusus: cinta kasih, anti-kekerasan, theologia crucis (theologia gloriae). Bandingkan “Khotbah
di Bukit” (Mat.5:7). Nasihat Bunda Theresa dari Kalkuta.
Bali-NTB minoritas diaspora, dianggap “pendatang” maka
bukan menjadi “pohon yang besar” tetapi “garam” atau “ragi”, juga
“domba di tengah serigala.”
· Komunitas Pemuridan (metanoia).
Nilainya dirasakan. “Sama seperti Aku telah mengasihi
kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang
akan tahu bahwa kamu adalah murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi”(Yoh.13:34-35).
Keanggotaannya “lintas budaya-etnis”
(Yahudi-Romawi-Eropa Barat-Asia-Keuskupan Denpasar); cirinya “pembinaan diri
berlanjut.”
· Gereja pribumi, matang, mandiri.
Cukup dalam hal “tenaga pastoral, dana, semangat misioner,
dan teologi lokal.” Dalam hal berteologi, Yohanes
Paulus II menganjurkan agar “dilaksanakan dengan berani dalam kesetiaan kepada
Kitab Suci dan Tradisi Gereja, dalam ketaatan yang tulus kepada Magisterium dan
dengan kesadaran akan kenyataan-kenyataan pastoral”(EA 22).
Terlibat dalam isu-isu lokal (termasuk isu adat,
gender, krisis ekologi, dan sebagainya).
Umat basis Gerejawi: tempat yang penting
untuk inkulturasi dan pembangunan Gereja Lokal (tesis 9, Komisi Teologi
FABC,1986).
· Dewasa ini di banyak tempat di Asia, umat basis (kelompok kecil orang beriman) telah dibentuk
dan berkembang untuk menjawab kebutuhan kehidupan dan misi Kristen. Dalam
kelompok-kelompok ini, melalui doa yang berpusat pada Sabda Tuhan dan Ekaristi,
melalui pertemuan, saling membagi pengalaman iman (sharing) dan saling melayani, orang Kristen mengalami apa itu bergereja.
Karena di situ orang-orang Kristen saling mengenal satu sama lain, mereka
memperkuat iman satu sama lain. Persekutuan dan partisipasi menjadi realitas
hidup. Dan karena mereka bergulat dengan persoalan-persoalan hidup dalam terang
Sabda Allah, mereka mampu memetik secara pribadi untuk diri mereka makna Sabda
Tuhan dan mengetahui tantangan-tantangan dan tuntutan konkretnya. Kendati
banyak umat basis memusatkan perhatian pada pengembangan doa dan komunitas dan saling membantu, tidak sedikit yang
berusaha mencari dan memperbaiki sebab-sebab fundamental keterbelakangan dan
ketidakadilan serta menghasilkan transformasi dalam masyarakat. Dengan demikian
umat basis menjadi tempat dan agen yang sangat berdaya untuk inkulturasi Injil.
Dalam umat basis Injil Kristus menjadi Injil umat.
· Agar umat basis tidak menjadi terisolasi dan tidak
diperalat oleh ideologi-ideologi, agar mereka
mempertahankan ciri gerejawi, mereka harus memelihara persekutuan dengan para
gembala Gereja. Satu sarana yang sangat penting untuk mencapai persekutuan itu
adalah pembinaan terus menerus para pemimpin umat basis itu (lihat Evangelii Nuntiandi, 58).
· Di banyak
wilayah negara kita, di mana orang Kristen sangat sedikit dan
tinggal berjauhan, mereka sering menghadapi masalah-masalah yang sama seperti
orang-orang yang beragama lain. Karena mereka hidup dan berjuang bersama untuk
menghadapi masalah-masalah ini, orang-orang
Kristen dan orang beragama lain bisa dilihat sebagai umat basis masyarakat. Dalam
kelompok-kelompok ini kehidupan iman orang Kristen dapat bertumbuh karena
mereka terlibat dalam dialog kehidupan dengan orang-orang beragama lain, yang
bersama mereka menghadapi masalah-masalah kehidupan, seperti perjuangan melawan
kemiskinan, perjuangan untuk keadilan, hak asasi manusia dan usaha membangun
suatu dunia yang damai dalam keanekaragaman. Kelompok-kelompok sosial kecil bisa
menjadi tempat khusus untuk mengalami dan memberikan kesaksian tentang
kehadiran Roh di tengah orang-orang yang berkehendak baik. Kelompok-kelompok
itu juga memberikan kesempatan untuk kesaksian Kristen sejati bagi orang-orang
yang beragama lain. Lebih lanjut, dalam interaksi
mereka dengan orang-orang beragama lain, yang bersama mereka membentuk kelompok
basis masyarakat, orang-orang Kristen bisa bertindak sebagai ragi untuk
transformasi sosial dan manusiawi.
Citra-Citra Kristus yang menyapa cita rasa orang-orang Asia.
·
Ecclesia in
Asia, 20: Yesus Kristus sebagai Guru
Kebijaksanaan, Sang Penyembuh dan Pembebas, Pembimbing Rohani. Dia yang diterangi, Sahabat yang berbela Rasa, dengan kaum miskin, orang Samaria yang murah hati, Gembala yang baik, Dia yang taat.
·
Paguyuban-paguyuban
gerejawi kita mestinya juga dibentuk menurut
citra-citra ini.
Gereja Lokal Yang Dinamis
·
Wajah Gereja Kita
Wajah Gereja dibaca dalam terang iman akan wajah
Kristus. Pencerahan!
Iman akan Kristus, jiwa yang memberi energi kepada hidup Gereja.
·
Kerinduan untuk
menjadi paguyuban yang “terbuka dan merangkul” dan yang“memberdayakan” (mission
communion) wajah Kristus: KBG, medan
aktualisasi diri/iman(umat awam dan klerus).Gereja, paguyuban beriman lintas
etnis-budaya.Gereja yang dialogis dan profetis.
· Gereja pribumi, matang mandiri: Memadai dalam hal “tenaga pastoral, dana, semangat missioner, dan
teologi lokal.”Berpijak pada ranah pastoral dan isu-isu lokal dengan
nilai-nilai kerohanian dan kemanusiaan universal. Menggereja dan memasyarakat secara baru.
Comments
Post a Comment