Sistem Organisasi Paroki
1. Perlu dibuat penyeragaman
penamaan atas sistem organisasi paroki, terutama soal wilayah, lingkungan, sektor
dan kring. Paroki-paroki di
Keuskupan Denpasar
menggunakan nama-nama yang berbeda ini untuk menyebut hal yang sama.
2. Paroki-paroki sudah memiliki
seksi-seksi yang dikoordinasikan ke dalam bidang-bidang yaitu: Bidang Pembinaan Iman (BPI); Bidang Aksi
Kemasyarakatan (BAK); Bidang Pendidikan Umat (BPU).Demikian juga
paroki-paroki sudah memiliki Dewan Keuangan/Majelis Gereja, kecuali beberapa
paroki dengan pertimbangan tertentu. Sistem
pengorganisasian semacam ini adalah tanda dan peluang berjalannya sistem
kepemimpinan pastoral partisipatif, tidak semua urusan paroki ditangani oleh
pastor paroki.
Transformasivitas Dan Inklusivitas Kehadiran Paroki
1. Paroki-paroki sudah menunjukkan
semangat keterbukaan pada masyarakat di sekitar. Laporan dari masing-masing
paroki memberi aneka contoh, mulai dari memberi spanduk ucapan selamat hari
raya kepada umat beriman lain, mengadakan pengobatan gratis, donor darah,
pembagian sembako, Open Houseparoki pada hari Natal untuk
tokoh-tokoh agama lain dan pemerintahan, keterlibatan dalam FKUB, tradisi ngejot (mengirim makanan) pada hari raya
kepada saudara-saudari beriman lain, sima
krama (kunjungan dan dialog) dengan pemuka agama lain pada hari raya, dan
aneka kegiatan lainnya.
2. Laporan-laporan dari paroki
menampakkan kebingungan mereka ketika diminta menilai diri sendiri sejauhmana
mereka telah menjadi komunitas yang transformatif? Istilah kunci ini rupanya
kurang dipahami sehingga menjadi pekerjaan rumah bagi Puspas dan seluruh partisipan sinode
agar tidak sekedar membuat istilah-istilah visioner yang canggih tetapi mampu
menjabarkannya menjadi indikator-indikator yang memudahkan umat untuk menilai
sejauhmana hal itu sudah terlaksana.
3. Kesulitan mengukur daya transformatif
paroki bersumber pada sekurang-kurangnya dua hal: (1) karena tidak ada tolok
ukur (baseline) yang jelas sejak awal
untuk mengukur sejauhmana paroki sudah berdaya ubah, (2) Kondisi tiap paroki
berbeda-beda karena itu tolok ukurnya pun seharusnya berbeda-beda.
4. Tentu saja hal ini tidak berarti
bahwa paroki-paroki sama sekali belum memiliki daya ubah. Ada berbagai kegiatan
berorientasi transformasi yang telah dibuat oleh paroki, misalnya merintis koperasi
untuk pengembangan ekonomi umat dan masyarakat, pelatihan-pelatihan,
mengupayakan beasiswa bagi anak dari keluarga
tidak mampu, mengusahakan modal usaha, dan lain-lain.
5. Ke depan, Gereja perlu mengembangkan
pastoral berbasis data. Data adalah informasi yang dipakai sebagai basis untuk
membuat penilaian dan keputusan. Kekuatan data terletak pada akurasinya
(validitas dan reliabilitas). Paroki-paroki diharapkan memiliki data kondisi
umat dengan melibatkan KBG, lingkungan dan stasi. Perencanaan strategi pastoral
menuju paroki transformatif sulit dilakukan tanpa adanya data yang akurat
mengenai persoalan-persoalan dasar di paroki dan sumber daya yang dimiliki
untuk menjawabi persoalan-persoalan tersebut.
2.
Figur
dan Gaya Kepemimpinan Transformatif
1. Cita-cita membangun komunitas
gereja yang inklusif dan trransformatif harus didukung oleh kehadiran pastor-pastor
yang juga memiliki jiwa terbuka dan semangat transformasi integral. Ada banyak
harapan umat perihal figur dan gaya kepemimpinan yang inklusif dan tranformatif
2. Darihutan harapan umat tersebut, tim
penelitian menawarkan
konsep pastor yang diharapkan umat dalam menjalankan kepemimpinan pastoral di
antaranya: pastor yang inspiratif, tulus dalam pelayanan, dan memiliki
kepemimpinan yang memberdayakan. “Inspiratif’ berarti imam harus menjadi figuryang
memberi inspirasi dan menggerakkan umat untuk terus membaharui diri secara
utuh. “Tulus dalam pelayanan” berarti imam tidak membeda-bedakan umat (pilih
kasih) dalam pelayanannya. “Kepemimpinan yang memberdayakan” berarti imam harus
membentuk sistem kepemimpinan partisipatif yang berorientasi keterbukaan,
pemberdayaan, dan daya ubah menyeluruh.
1.8.Hasil Pra
Sinode Ketiga Dekenat
1.
Hasil Pra Sinode Dekenat
Bali Barat
Permasalahan Pokok Dekenat Bali
Barat
1) Permasalahan Yang
Menyangkut Pendidikan
1. Biaya
pendidikan di Sekolah Katolik dirasakan mahal.
2. Kurangnya
komunikasi antara lembaga pendidikan Katolik/Yayasan dengan paroki dan orang tua.
3. Mutu pendidikan di beberapa
Sekolah Katolik
kalah bersaing dengan sekolah-sekolah lain.
4. Kurangnya peran orang tua dalam memberi keteladanan dan pendidikan
kepada anak.
2) Permasalahan Yang
Menyangkut Keluarga
1. Menurunnya nilai-nilai kesetiaan
pasangan suami istri.
2. Kekerasan terhadap perempuan dan
anak dalam rumah tangga.
3. Keluarga muda kurang paham
terhadap nilai-nilai perkawinan sehingga perlu pendampingan yang berkelanjutan
sesudah penerimaan sakramen
perkawinan.
4. Keretakan kehidupan dalam berumah
tangga.
5. Kurangnya
perhatian kepada keluarga manula
6. Hidup
bersama tanpa ikatan perkawinan (kumpul kebo).
3) Permasalahan Yang
Menyangkut Pengetahuan dan Penghayatan Iman
1. Pengetahuan
iman umat dirasakan masih
kurang.
2. Kurang aktifnya umat dalam kehidupan menggereja (kegiatan doa hanya perwakilan
saja).
3. Kurangnya kesaksian iman dalam
kehidupan bermasyarakat.
4. Umat meninggalkan iman/Gereja
karena perkawinan dan kurangnya pendampingan.
4) Permasalahan Yang
Menyangkut Ekonomi
1. Kurang menguasai manajemen Ekonomi Rumah Tangga (ERT).
2. Pendapatan keluarga umumnya masih
rendah.
3. Pola
hidup yang konsumptif.
4. Kurangnya lapangan pekerjaan.
5. Umat
tidak memiliki ketrampilan yang
memadai untuk masuk dalam dunia kerja.
5) Permasalahan Yang
Menyangkut KBG
1. KBG
kurang dipahami.
2. Umat
kurang aktif dalam KBG
3. Sosialisasi,
motivasi, monitoring dan evaluasi masih kurang.
4. KBG belum mempunyai program yang
riil.
5. Adanya konflik pribadi terbawa ke
dalam KBG.
6. Kualitas SDM fasilitator KBG
kurang memadai.
6) Masalah
Khusus
1. Kondisi
keharmonisan umat di Singaraja belum kondusif.
2. Kaum
muda kurang aktif dalam kegiatan rohani
di KBG.
Usulan Bagi Pengembangan
Karya Pastoral Di Dekenat Bali Barat
NO
|
BIDANG
|
USULAN BAGI PENGEMBANGAN KARYA PASTORAL DI DEKENAT
BALI BARAT
|
I
|
Bidang Pembinaan
Iman (BPI)
|
1.
Meningkatkan
kemampuan fasilitator melalui
pelatihan secara berkesinambungan.
2.
Peningkatan
frekuensi pendalaman iman secara kontinyu di KBG di luar bahan
APP, AAP dan BKSN.
3.
Meningkatkan
kunjungan pastor dan DPP ke KBG.
4.
Katekese yang berkelanjutan (peningkatan pemahaman katekese yang benar).
5.
Peningkatan
kuantitas dan kualitas pembinaan iman di
paroki.
6.
Menyusunbahan
katekese yang kontekstual.
7.
Melakukan
resosialisasi KBG.
|
II
|
Bidang Aksi
Kemasyara-katan (BAK)
|
1.
Peningkatan kemampuan
tim pendampingan keluarga.
2.
Mencari orangtua
asuh untuk membantu biaya pendidikan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu.
3.
Meningkatkan hubungan intern dan antarumat beragama.
4.
Menanamkan
nilai kristiani untuk membendung dampak negatif penyalahgunaan teknologi.
5.
Pendampingan
keluarga-keluarga muda.
|
III
|
Bidang Pendidikan
Umat (BPU)
|
1.
Meningkatkan komunikasi mengenai keberadaan
Sekolah Katolik di paroki
masing-masing.
2.
Meningkatkan
kualitas Sekolah Katolik.
3.
Rekoleksi bagi
anak-anak dan OMK.
4.
Kaderisasi OMK
di tingkat dekenat.
5.
Pemberdayaan
kelompok kategorial.
|
Usulan Bagi Pengembangan
Karya Pastoral Di Keuskupan Denpasar
NO
|
BIDANG
|
USULAN BAGI PENGEMBANGAN KARYA PASTORAL DI KEUSKUPAN
DENPASAR
|
I
|
Bidang Pembinaan Iman (BPI)
|
1. Meningkatkan kemampuan fasilitator secara
berkesinambungan.
2. Menyusun bahan-bahan katekese yang kontekstual
diluar AAP,APP dan BKSN.
3. Peningkatan kualitas dan kuantitas agen pastoral.
4. Resosialisasi KBG bagi seluruh agen pastoral.
|
II
|
Bidang Aksi
Kemasyara-katan (BAK)
|
1. Meningkatkan dialog lintas agama dan budaya.
2. Menjalin relasi dan kerjasama yang baik dengan
instansi pemerintah.
3. Melakukan peninjauan standar dan relasi kerja antara Yayasan Katolik dan paroki.
4.
Meningkatkan pendampingan PSE keuskupan secara kontinyu dalam
pemberdayaan ekonomi umat.
5. Meningkatkan kualitas tim Kursus Persiapan Perkawinan di tingkat paroki.
|
III
|
Bidang Pendidikan
Umat (BPU)
|
1. Mengupayakan keringanan
biaya pendidikan di Sekolah Katolik bagi anak dari keluarga kurang mampu
melalui koordinasi kerja antara paroki dan Yayasan Katolik.
2. Pemetaan guru-guru agama Katolik di masing- masing
paroki.
3.
Mengadakan
pertemuan dan pembinaan berkala bagi kelompok kategorial se-Keuskupan
Denpasar.
4. Kaderisasi dan pendidikan karakter kaum muda melalui pelatihan dasar kepemimpinan.
|
2.
Hasil Pra Sinode Dekenat Bali
Timur
Permasalahan Pokok di Dekenat
Bali Timur
1) Kemiskinan/Ekonomi.
2) Sosial Budaya dan
Keluarga.
3) Kaderisasi dan Pendidikan.
4) Komunitas Basis Gerejawi.
5) Iman.
Usulan Bagi Pengembangan
Karya Pastoral Di Dekenat Bali Timur
NO
|
BIDANG
|
USULAN BAGI PENGEMBANGAN KARYA PASTORAL DI DEKENAT
BALI TIMUR
|
I
|
Bidang Pembinaan Iman (BPI)
|
1.
Pelatihan memimpin ibadat bagi ketua KBG dan pembinaan prodiakon.
2.
Seminar tentang spiritualitas hidup menggereja.
|
II
|
Bidang Aksi
Kemasyara-katan (BAK)
|
1.
Membangun jejaring
ekonomi umat Katolik.
2.
Membina hubungan yang harmonis antara Gereja dan
kelompok-kelompok etnis.
3.
Sosialisasi Gereja melalui pengembangan dialog dua arah
dengan masyarakat setempat, mengundang keterlibatan masyarakat dalam
kehidupan menggereja dan sebaliknya Gereja terbuka untuk terlibat dalam
kegiatan masyarakat setempat.
4.
Mengembangkan lembaga ekonomi umat, serta mengembangkan
kerjasama antara PSE dengan lembaga ekonomi umat yang sudah ada.
5.
Mengembangkan karya pastoral yang berbasis data base, dengan menentukan parameter
input dan output yang seragam di tingkat paroki, dekenat dan keuskupan
|
III
|
Bidang Pendidikan
Umat (BPU)
|
1.
Mengaktifkan OMK melalui Jumpa Orang Muda Katolik.
2.
Kaderisasi bagi
generasi penerus Gereja secara sistematis dan berkesinambungan.
3.
Kerja sama
antara Seksi Migran & Perantau dengan kelompok etnis.
|
LAIN-LAIN
|
1.
Mendorong para pastor untuk belajar bahasa dan budaya lokal serta inkulturasi termasuk tetap eksisnya lembaga Pemaksan (membentuk Lembaga Kajian
Budaya).
2.
Gerakan
membangun solidaritas kepedulian antara umat yang mampu dengan umat yang
kurang mampu, antara paroki yang mampu dengan paroki yang kurang mampu.
|
Usulan-usulan untuk
Pengembangan Karya Pastoral Keuskupan Denpasar
NO
|
BIDANG
|
USULAN-USULAN
PROGRAM STRATEGIS BAGI KEUSKUPAN DENPASAR
|
|
I
|
Bidang Pembinaan Iman (BPI)
|
1. Pembentukan
wadah pembinaan iman anak-anak dan
remaja.
2. Pemberdayaan
tim penggerak/fasilitator KBG yang berkelanjutan.
3. Pelatihan
memimpin ibadat bagi ketua KBG dan pembinaan prodiakon
4. Menumbuhkan
kesadaran pada orang tua untuk menyekolahkan anaknya di seminari.
5. Membuat pedoman pastoral dalam pelayanan sakramen.
6. Revitalisasi
KBG.
7. Seminar
tentang spiritualitas hidup menggereja.
8. Melaksanakan
katekese yang kontekstual.
|
|
II
|
Bidang Aksi Kemasyara-katan (BAK)
|
1. Membangun
jejaring pendidikan dan ekonomi umat Katolik.
2. Menyiapkan
kader untuk aktif pada kegiatan ormas
dan politik.
3. Membina
hubungan yang harmonis antara Gereja dan kelompok-kelompok etnis.
4. Sosialisasi
Gereja melalui pengembangan dialog dengan masyarakat setempat, mendorong
keterlibatan masyarakat dalam kehidupan menggereja dan sebaliknya Gereja
terbuka untuk terlibat dalam kegiatan masyarakat setempat.
5. Mengembangkan
lembaga ekonomi umat, serta mengembangkan kerjasama antara PSE dengan lembaga
ekonomi umat yang sudah ada.
6. Membentuk
Tim Konseling Keluarga di tingkat lingkungan, paroki dan dekenat.
7. Mengembangkan
karya pastoral yang berbasis data base,
dengan menentukan parameter input dan output yang seragam di tingkat paroki,
dekenat dan keuskupan.
8. Peningkatan
SDM (umat) melalui pelatihan ketrampilan.
9. Penyempurnaan
tata kelola organisasi Gereja.
10. Menyelenggarakan
kursus ketrampilan tepat guna.
11. Menggiatkan
peran Seksi HAK dalam hubungan dengan masalah agama dan adat.
|
|
III
|
Bidang Pendidikan Umat (BPU)
|
1. Kaderisasi bagi generasi penerus Gereja
secara sistematis dan berkesinambungan.
2. Membangun sinergi antarlembaga-lembaga
Katolik pada tingkat Keuskupan.
3. Kerja sama Seksi Migran dan Perantau dengan kelompok etnis.
4. Pengadaan guru-guru agama Katolik untuk
anak-anak di sekolah non-Katolik bekerjasama dengan Bimas Katolik.
|
|
IV
|
LAIN-LAIN
|
1. Membentuk lembaga Litbang yang
independen.
2. Membuat data base umat.
3. Membentuk Lembaga Kajian Budaya.
4. Menyeragamkan istilah dan definisi untuk
KBG, wilayah dan lain-lain.
5. Menentukan administrasi wilayah teritorial
secara tegas.
6. Menata struktur lembaga dan
keanggotaan Gereja di semua tingkatan.
7. Mengupayakan adanya tim khusus di keuskupan dan paroki
untuk perijinan membangun gereja dan komunikasi dengan pihak-pihak terkait.
8. Mendorong para pastor untuk belajar budaya lokal
serta inkulturasi termasuk tetap eksisnya lembaga Pemaksan (membentuk Lembaga
Kajian Budaya).
9. Gerakan membangun solidaritas kepedulian
antara umat yang mampu dengan umat yang kurang mampu, antara paroki yang
mampu dengan paroki yang kurang mampu.
10. Mengupayakan pengkajian budaya secara
mendalam agar nilai-nilai budaya lokal dapat menjadi sarana pewartaan Kabar
Gembira kepada masyarakat pada umumnya.
|
|
3.
Hasil Pra Sinode Dekenat
Nusa Tenggara Barat
Permasalahan Pokok di Dekenat Nusa Tenggara Barat
1) Permasalahan
yang menyangkut Komunitas Basis Gerejawi
1. KBG
kurang dipahami.
2. Umat
kurang aktif dalam KBG.
3. Kaum
muda kurang aktif dalam KBG.
4. Kurangnya
kunjungan pastor ke KBG.
5. Sosialisasi,
motivasi, monitoring dan evaluasi masih kurang.
2) Permasalahan
yang menyangkut pendidikan
1. Biaya
pendidikan tinggi.
2. Kurangnya
komunikasi antara orang tua dengan lembaga pendidikan Katolik sehingga selalu
ada keluhan Sekolah Katolik mahal.
3. Pendidikan
orang tua yang rendah sehingga tidak mampu mengarahkan anak kepada pendidikan
yang lebih tinggi.
4. Tidak
ada Sekolah Menengah Kejuruan di Lembaga Pendidikan Katolik di NTB.
5. Kurangnya
penghayatan nilai dalam keluarga.
3) Permasalahan
yang menyangkut ekonomi:
1. Masih
banyak umat yang miskin.
2. Umat
tidak memiliki ketrampilan memadai untuk masuk dalam dunia kerja.
3. Pola
hidup yang konsumptif dan mental priyayi.
4. Etos
kerja rendah.
5. Petani
terperangkap dalam sistem ijon, petani penggarap dan lahan sempit.
4) Permasalahan
yang menyangkut pengetahuan dan penghayatan iman
1. Pengetahuan
iman umat masih kurang.
2. Umat
kurang aktif dalam kegiatan menggereja.
3. Umat
kurang militan.
5) Permasalahan
yang menyangkut keluarga
1. Hidup
bersama tanpa ikatan perkawinan (kumpul kebo).
2. Seks
pra-nikah.
3. Judi
yang mengancam kehidupan keluarga.
4. Kursus Persiapan Perkawinan dan
pendampingan keluarga baru paska perkawinan belum berkesinambungan.
Usulan
Bagi Pengembangan Karya Pastoral Di Dekenat Nusa Tenggara Barat
NO
|
BIDANG
|
USULAN-USULAN
BAGI PENGEMBANGAN KARYA PASTORAL DI DEKENAT NTB
|
I
|
Bidang Pembinaan Iman (BPI)
|
1.
Katekese yang
inklusif dan transformatif.
2.
Perlu adanya
fasilitator katekese yang kreatif dan inovatif.
3.
Peningkatan
partisipasi umat dalam kehidupan berliturgi.
4.
Perlunya liturgi yang
inkulturatif.
5.
Keseragaman
dalam pelayanan liturgi sesuai dengan TPE (Tata Perayaan
Ekaristi).
6.
Menanamkan
budaya membaca Kitab Suci.
7.
Menumbuhkembangkan
panggilan imam dan hidup bakti.
8.
Mengoptimalkan
pembinaan Sekami.
9.
Mencintai ekaristi.
|
II
|
Bidang Aksi Kemasyara-katan (BAK)
|
1.
Pemberdayaan
umat dalam usaha produktif antara lain melalui koperasi dan pembekalan ketrampilan.
2.
Membangun
jejaring bursa tenaga kerja.
3.
Meningkatkan kualitas KPP (Kursus Persiapan Perkawinan).
4.
Pendampingan
kehidupan berkeluarga.
5.
Membangun
dialog kehidupan lintas agama.
6.
Menghargai dan
mempelajari kearifan lokal.
7.
Membangun media
komunikasi.
8.
Menyediakan
materi siaran yang inklusif dan transformatif.
|
III
|
Bidang Pendidikan Umat (BPU)
|
1.
Pengadaan guru
agama Katolik.
2.
Mengoptimalkan
pendidikan nilai.
3.
Menggalang dana
bantuan pendidikan.
4.
Meningkatkan
mutu pendidikan Sekolah Katolik.
5.
Pemberdayaan
kaum muda dalam kehidupan menggereja.
6.
Kaderisasi awam
yang militan.
7.
Pemberdayaan
kelompok profesi dan kategorial.
8.
Pendampingan hukum bagi umat yang bermasalah.
|
Usulan Bagi Pengembangan
Karya Pastoral Keuskupan Denpasar
NO
|
BIDANG
|
USULAN-USULAN
PROGRAM STRATEGIS BAGI KEUSKUPAN
|
I
|
Bidang Pembinaan Iman (BPI)
|
1.
Festival
Liturgi tingkat keuskupan.
2.
Sosialisasi TPE
secara maksimal tingkat keuskupan.
3.
Pembekalan bagi
tenaga katekis.
4.
Meningkatkan
keaktifan umat dalam kehidupan
menggereja.
5.
Meningkatkan
Kunjungan pastor ke KBG.
6.
Katekese kaum
muda tentang Kitab Suci.
7.
Katekese yang
berdaya pikat dan berkelanjutan.
8.
Mengoptimalkan peran guru-guru Katolik
(PNS/Swasta) dalam kegiatan pastoral Gereja, misalnya: DPP, pembina Sekami.
9.
Pastor
diberikan kesempatan untuk mengembangkan diri/melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi dalam rangka memenuhi tuntutan zaman.
|
II
|
Bidang Aksi Kemasyara-katan (BAK)
|
1.
Pemerdayaan umat dalam usaha-usaha produktif (CU, Koperasi,
modal bergilir, dan lain-lain).
2.
Mengusahakan adanya Balai Latihan Kerja tingkat keuskupan.
3.
Menjalin kerjasama dengan pengusaha dalam kaitan
menyalurkan tenaga kerja yang kita miliki. Pengadaan buku Kursus Persiapan Perkawinan tingkat keuskupan.
4.
Pelatihan Pendampingan keluarga.
5.
Membangun dialog kehidupan akar rumput.
|
III
|
Bidang Pendidikan Umat (BPU)
|
1.
Lebih
meningkatkan dialog antaragama khususnya anak muda dalam suatu karya.
2.
Penyeragaman sistem administrasi
parokial.
3.
Pendidikan
nilai.
4.
Gerakan untuk
menjadi orang tua asuh.
5.
Meningkatkan
ketrampilan untuk masuk dunia kerja bekerja sama dengan Balai Latihan Kerja (BLK) yang dikelola oleh swasta maupun Pemerintah.
6.
Beasiswa bagi
siswa miskin yang berprestasi dan siswa berprestasi (tidak miskin) dari
dekenat dan paroki.
7.
Pembenahan
managemen Yayasan Katolik (Insan Mandiri).
8.
Prioritas
anak-anak Katolik untuk sekolah di Sekolah Katolik.
9.
Meningkatkan peran hirarki Gereja dalam lembaga
pendidikan dan kesehatan Katolik.
|
1.9.Epilog
Di samping
KBG, sesungguhnya ada 5 hal lain yang juga menjadi keprihatinan Keuskupan ini
sebagaimana terungkap dalam “Arah Karya Pastoral Keuskupan Denpasar Tahun 2007
– 2011.” Pertama, struktur
organisasi Gereja memang telah terbentuk namun dipandang “gemuk dan
birokratis” sehingga pelayanannya tidak
maksimal dan kurang koordinasi. Kedua, gerakan pemberdayaan ekonomi keluarga sudah memiliki wadah,
seperti koperasi, namun kenyataannya banyak umat hidup di bawah garis kemiskinan,
baik di kota maupun di pedesaan. Ketiga, perhatian untuk memberi pendampingan bagi generasi muda memang
sudah dilakukan, antara lain melalui seminar dan gebyar kaum muda. Namun, hal
itu masih dirasakan belum maksimal dan bersifat kolosal sesaat.Keempat,
masalah pendidikan menjadi keprihatinan lebih-lebih karena biayanya semakin
mahal dan mutunya rendah. Kelima, masalah penghayatan iman dan kesaksian
hidup. Sesungguhnya, tanggapan terhadap permasalahan ini sudah banyak
dilaksanakan lewat pengajaran dan perayaan sakramen. Namun Penelitian/Survey
2006 menunjukkan bahwa pemahaman umat akan Kitab Suci dan ajaran Gereja masih
lemah.
Untuk
menjawab keprihatinan-keprihatinan tersebut, Sinode II (2006) menekankan dua
hal: pertama
Gereja harus meninggalkan tempat yang dangkal untuk bertolak ke tempat yang lebih dalam; keduaGereja harus bersikap
transformatif dengan menjadikan Kitab Suci sebagai inspirasi, pedoman dan
pegangan. Kedua hal ini kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam perencanaan
strategis pastoral yang sampai saat itu dipandang masih sangat lemah. Untuk
mengatasi kelemahan ini, Sinode II (2006) merumuskan “Arah, Visi dan Misi Karya
Pastoral Keuskupan Denpasar periode tahun 2007 – 2011.”
Dari studi
dokumentasi, Tim Penelitian menemukan sesungguhnya tidak ada sesuatu yang baru
selain ungkapan dalam perumusan yang baru. Masalah apapun yang kita jumpai di
lapangan saat ini (aktivitas umat, kepemimpinan, pendidikan, ekonomi,
moralitas, lingkungan hidup, gender, perempuan, OMK, keluarga dan lain-lain)
adalah masalah yang dulu pernah ada dan masih tetap dibicarakan.
Hal yang
baru yang sebetulnya justru terletak pada
kata “inklusif dan transformatif” itu sendiri yang dalam persiapan
sinode ini menjadi maskot kita untuk berpikir ulang tentang keberadaan kita di
wilayah Bali dan NTB. Catatan sejarah menunjukkan bahwa Gereja telah mengawali
kehadirannya di Bali dan Lombok dengan menampilkan dua sikap tersebut,
teristimewa dalam bidang pendidikan, kesehatan dan kebudayaan. Kita perlu merumuskan kembali apa yang kita
maksudkan dengan menjadi “inklusif dan transformatif” dalam dunia dewasa ini.
Dalam
periode 2007-2011, Keuskupan Denpasar tetap menjadikan KBG sebagai kendaraan
untuk membangun Kerajaan Allah. Karena itu, “KBG” dengan tambahan kata “Dan”
menjadi sebuah kata yang unik dan menarik selama Sinode II (20 -24 Nopember
2006). Terasa unik, karena kata “KBG” itu pada pelaksanaan program tahun
berikutnya (2007) sebenarnya “dibuang.” Pada kenyataannya, fokus diberikan pada
kata-kata berikutnya. Sebagai contoh, untuk tahun 2007 ditetapkan tema “KBG dan
Kepimpinan Pastoral.” Untuk tahun 2008 ditetapkan tema “KBG dan Pendidikan Kaum
Muda.” Dengan demikian “KBG” hanya menjadi aksesoris belaka. Memang ada
keinginan untuk mengubah kata “dan” dengan kata “dalam” sehingga fokusnya tetap
pada KBG. Namun hal itu tidak terjadi.
Faktanya, “KBG” sepanjang tahun 2007 – 2011 tidak lagi menjadi fokus.
Sebaliknya “kata berikutnya” itulah yang menjadi fokus.
Perjuangan
kita untuk mewujudkan Gereja yang transformatif dan inklusif berada di antara
dua kata ini: “sudah” dan “belum.” Kita berani mengatakan “sudah” karena sejak
awal kehadirannya, Gereja telah melaksanakan misi ini dalam diri para
misionaris awal yang telah menghadirkan Gereja dalam situasi dan kondisi budaya
setempat pada waktu itu. Dengan keterlibatannya, Gereja telah menghasilkan manusia-manusia
baru yang mempunyai pandangan jauh ke depan untuk membebaskan diri dari
belenggu kemiskinan dan kebodohan. Sekolah-sekolah yang didirikan oleh
misionaris dan para perintis telah mentransformasi umat untuk berpikir maju dan
membebaskan.
Ketika
kita berbicara tentang “kepemimpinan” (2007), “pendidikan kaum muda” (2008), “dialog” (2009), “pengembangan sosial
ekonomi” (2010) dan “pendidikan nilai” (2011) sesungguhnya semuanya dalam
rangka visi kita yakni Gereja yang inklusif dan transformatif. Persoalannya,
apakah kita cukup puas dengan rumusan kata-kata yang indah tentang “KBG”,
“Kerajaan Allah”, “inklusif” dan “transformatif” sementara umat pada umumnya
tidak mengalami dampak apa-apa dari tema, visi, misi yang dirumuskan.
Dengan
kata lain apakah kita cukup puas dengan program-program tahunan kita, yang
lebih banyak kita selesaikan lewat
seminar dan diskusi-diskusi? Kita perlu lebih konkrit lagi melakukan tindakan
aksi yang berdampak langsung pada kehidupan umat. Dengan rendah hati, kita
perlu belajar dari pihak lain, semisal, melakukan studi banding ke Gereja
Kristen Protestan di Bali (GKPB) yang sangat terlibat dengan pengembangan
ekonomi umat.
Kita sadar
bahwa kita ini adalah kawanan kecil; berbeda dengan komunitas lain dalam
kawanan besar yang banyak mendapat dukungan dari Pemerintah.
Meski demikian, hal ini tidak boleh mengecilkan semangat kita untuk membuat langkah-langkah yang besar, strategis
dan efektif untuk umat yang banyak menghadapi masalah-masalah baik di bidang
sosial ekonomi, budaya, politik maupun moral. Kiranya Tuhan memberkati ziarah
perjalanan kita.
Comments
Post a Comment