SERBA SERBI SINODE III
Sinode Ini Mahal, Manfaatkan Dengan Sungguh
Setelah Sinode I tahun 2000 dan II tahun 2006 kini
saatnya umat Keuskupan Denpasar bersama dengan
Uskup sebagai pimpinan Gereja Lokal Keuskupan Denpasar menyelenggarakan Sinode
III. Sinode ini mahal, karena itu harus dimanfaatkan sebaik
mungkin, untuk menghasilkan buah-buah yang menyuburkan iman umat dalam lima tahun ke depan.
Sekali
lagi, Sinode ini mahal, baik dari aspek waktu, tenaga dan dana. Para peserta
Sinode III telah rela membagi waktu beberapa hari, meninggalkan pekerjaan,
meninggalkan kepentingan pribadi untuk pergi ke basement gereja St. Fransiskus Xaverius Kuta ini. Itu tidak
gratis, karena untuk sampai di sini, tentu harus menguras tenaga, menempuh perjalanan
yang sering dihadang oleh sejumlah tantangan.
Sinode ini mahal, karena selama lima hari seluruh pikiran
dicurahkan untuk mengikuti seluruh
rangkaian acara sinode ini. Para peserta harus membayar mahal dengan mengurangi waktu untuk bersenang-senang
dengan keluarga, dengan teman atau dengan siapa saja. Anda ada di sini
untuk mencurahkan seluruh kemampuan
untuk bersama-sama berpikir, berdiskusi dan merumuskan serta menetapkan Visi,
Misi dan Arah Dasar Karya Pastoral Keuskupan Denpasar, lengkap dengan program
strategis karya pastoral untuk lima tahun mendatang, 2012 – 2016.
Sinode ini mahal, karena untuk menyelenggarakan sebuah
sinode diperlukan dana ratusan juta.
Bahkan, peserta yang mengikutisinode ini, mulai dari Paroki Bima dan Donggo di ujung Timur Sumbawa
hingga Paroki Negara dan Palasari
di ujung Barat Bali juga perlu dana, tidak gratis untuk sampai
di tempat sinode ini.
Sinode ini mahal, maka harus dimanfaatkan sebaik
mungkin. Adalah tindakan yang cerdas
jika selama di ruang rapat mematikan seluruh alat komunikasi, sebab dering handphone bisa menjadi pengganggu
keseriusan rapat. Sebaiknya tidak
meninggalkan ruang rapat hanya untuk bertemu dengan tamu atau handaitaulan yang ingin sekedar
kangen-kangenan. Sebaiknya tidak
mengikuti sinode ini dengan setengah hati, setengah badan,
setengah kemauan, setengah hasrat, tetapi
dengan seluruh tubuh dan jiwa.
Singkatnya,
marilah kita manfaatkan Sinode ini
untuk menghasilkan reksa pastoral yang semakin
membawa Gereja ke tengah tata dunia, sehingga Gereja semakin inklusif
dan semakin transformatif. Selamat
Bersinode.*GUS
Selamat Datang di Kuta
Akhirnya kita sampai juga pada puncak kegiatan kita
yakni Sinode III. Selama satu tahun, dengan melewati berbagai tahapan menuju
Sinode III, hari ini kita akan memulai pelaksanaan sidang raya kita hingga 25
November nanti. Para peserta sinode,khususnya dari daratan Sumbawa, Minggu
(20/11) kemarin sudah tiba di arena penyelenggaraan Sinode III ini.
Hari ini dipastikan seluruh peserta akan tiba di Paroki
St. Fransiskus Xaverius Kuta, tempat dimana dalam hari-hari ini kita akan
bersidang. Panitia Pelaksana Sinode III, melalui JURNAL S3KD menyampaikan “SELAMAT DATANG” di Kuta, Bali, kepada
seluruh peserta, narasumber maupun para tamu undangan dalam pembukaan Sinode
III hari ini.
Perlu diinformasikan bahwa berdasarkan catatan
panitia, sampai Minggu kemarin jumlah peserta yang namanya sudah masuk sekretariat
panitia ada 173 orang. Dari jumlah ini sangat disayangkan, perimbangan jumlah
perempuan dan laki-laki sangat tidak berimbang. Tercatat hanya ada 31
perempuan, itupun sudah termasuk kaum biarawati. Sisanya adalah peserta pria
yang mencapai 142 orang. Peserta Sinode III antara lain Bapa Uskup beserta
seluruh Kuria Keuskupan, Dewan Pastoral Keuskupan dan Komisi-Komisi Puspas, Dewan Keuangan Keuskupan, utusan
paroki/stasi se-Keuskupan Denpasar, utusan kongregasi, utusan kelompok
kategorial, utusan yayasan-yayasan Katolik. Juga sebagai peserta adalah
Provinsial SVD Jawa, Rm. Felix Kadek Sunartha, SVD.
Kendatipun kondisinya demikian, tentu para peserta
yang diutus ini adalah para agen pastoral yang handal di paroki/stasi atau
komunitas masing-masing. Anda pastilah orang-orang pilihan yang sangat memahami
kondisi di paroki/stasi atau komunitas dengan segala kekurangan dan kelebihan,
termasuk perkembangan karya pastoral yang terjadi. Kita juga patut mengapresiasi
seluruh peserta maupun panitia yang mau mengorbankan waktu, tenaga dan
pikirannya untuk selama sekitar sepekan ada di tempat ini.
Di atas semua itu, tentu saja yang ditunggu-tunggu
adalah buah dari sidang raya ini, antara lain lahirnya Visi, Misi dan Arah
Dasar Karya Pastoral Keuskupan Denpasar, lengkap dengan program strategis karya
pastoral untuk lima tahun mendatang, 2012–2016. Penampilan “Wajah Kristus” di
bumi Bali dan NTB melalui GerejaNya, apakah mampu memancarkan “Wajah” yang
ramah dan berseri (inklusif) dengan masyarakat sekitar, apakah bisa hadir
sebagai kekuatan yang berdaya ubah (transformatif) dalam lima tahun ke depan,
semuanya tergantung dari 173 orang, yang tentunya sudah siap memberikan yang
terbaik untuk Gereja Katolik Keuskupan Denpasar melalui forum umat ini. Selamat
Bersidang! HA
Selamat Datang Bapak Gubernur
Terimakasih Bapak Dirjen Bimas Katolik
Sore ini Senin 21 November 2011 Bapak Gubernur
Provinsi Bali I Made Mangku Pastika
dijadwalkan akan membuka kegiatan Sidang Raya Sinode III Keuskupan Denpasar.
Bapak Gubernur bersama pejabat terkait akan tiba di Gereja FX Kuta pukul 18.00
Wita.
Kehadiran Bapak Gubernur memberikan sambutan sekaligus
membuka Sidang Raya Sinode III Keuskupan Denpasar merupakan kegembiraan
bagi umat Keuskupann Denpasar. Bapa
Uskup, para imam, bruder dan suster serta
seluruh umat di Keuskupan Denpasar mengucapkan selamat datang.
Terimakasih disampaikan pula kepada yang terhormat Bapak Dirjen Bimas Katolik
Kementerian Agama Republik Indonesia yang berkenan hadir pada kesempatan
istimewa ini.
Pada kesempatan yang penuh berkah ini, diinformasikan
selayang pandang profil Keuskupan Denpasar. Tanggal 10 Juli 1950 Tahta Suci
Vatikan menetapkan
wilayah Bali dan Lombok menjadi Prefektur Apostolik Denpasar dan mennunjuk Mgr.Hubertus Hermens,SVD sebagai Prefektur
Apostolik. Tanggal 3 Januari 1961 Tahta Suci Vatikan meningkatkan status Prefektur Apostolik Denpasar menjadi Keuskupan
Denpasar dan menunjuk Mgr.DR. Paulus Sani Kleden,SVD sebagai Uskup.
Tanggal 12 Januari 1973 Mgr. Antonius Tijsen, SVD ditunjuk menjadi
Uskup Denpasar menggantikan Mgr.Paulus Sani,SVD yang wafat tanggal 28 November 1971 di Jakarta. Tanggal
13 Januari 1981 Mgr. Vitalis Djebarus,SVD dilantik menjadi Uskup Keuskupan
Denpasar menggantikan Mgr.Anton Tijsen,SVD yang mengundurkan diri karena
kesehatan (meninggal setahun kemudian 7 Juni 1982 di RKZ Surabaya).Di masa kepemimpinan
Uskup Vitalis Djebarus wilayah Gereja di Pulau Sumbawa yang sebelumnya adalah
wilayah Keuskupan Weetebula, bergabung dengan Keuskupan Denpasar.
Tanggal 18 April 2000 Paus Johanes Paulus II
mengangkat Pastor DR. Benyamin Yoseph Bria,Pr menjadi
Uskup Keuskupan Denpasar menggantikan
Mgr. Vitalis Djebarus,SVD yang wafat pada 22 September 1998. Dan sejak tanggal 19 Februari 2009 Keuskupan Denpasar dipimpin oleh
Mgr.DR. Silvester San,Pr. Beliau menggantikan
Mgr. DR. Benyamin Yosef Bria,Pr yang wafat di Rumah Sakit Elisabeth
Singapura 18 September 2007.
Wilayah Gerejawi
Keuskupan Denpasar mencakup Pulau Bali, Lombok dan Sumbawa. Wilayah
Keuskupan Denpasar dibagi menjadi 3 Dekenat yakni Dekenat Bali Barat mencakup
wilayah Paroki Palasari, Paroki Negara, Paroki Singaraja dan
Paroki Tabanan dengan deken
Romo Marsel Gede Myarsa,Pr. Dekenat Bali Timur mencakup
wilayah Paroki Tangeb, Paroki Tuka, Paroki Babakan, Paroki
Kulibul, Paroki Kepundung, Paroki Katedral, Paroki St. Petrus Monang-Maning,
Paroki Kuta, Paroki Nusa Dua, Paroki Gianyar, Stasi Klungkung dan Stasi
Karangasem. Deken dipercayakan kepada Romo Kristianus Ratu,SVD. Dekenat
NTB mencakup wilayah Paroki Ampenan, Paroki Mataram, Paroki Praya, Paroki Sumbawa Besar,
Paroki Dompu, Paroki Bima dan Paroki Donggo dengan
deken Romo Ignasius Gede
Adiatmika,Pr.
Rapat Koordinator Panitia Sinode
Keuskupan Denpasar
Rapat Koordinasi terakhir, Minggu sore 20 November
2011 berlangsung di ‘ruang rapat’ Sinode III. Rapat dibuka dengan doa oleh Lorens Soge. Rapat dipimpin oleh Ketua Umum
Panitia Sinode Romo Herman Yoseph Babey,Pr. Rapat ini dimaksudkan untuk
melakukan koordinasi terakhir kesiapan pelaksanaan Sinode III Keuskupan
Denpasar. Romo Babey tegaskan, semua persiapan liturgi harus sudah beres
sehingga pada saat penyelenggaraan Misa Pembukaan (sore ini, Senin 21 November)
tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Informasi dari Seksi Liturgi,
semua persiapan sudah beres, tinggal pelaksanaannya saja. Romo Babey pesan,
anggota koor harus sudah ada di Gereja Kuta setengah jam sebelum misa, supaya jangan
sampai misa ditunda karena menunggu anggota koor.
Untuk seksi sekretariat, hal-hal yang harus diperhatikan
adalah, jika ada peserta sinode yang hanya mengikuti kegiatan satu atau dua hari
saja, secara tegas supaya ditolak, bila perlu suruh dia pulang saja. Agar ada
penegasan, bagi peserta yang tidak menginap di penginapan yang disediakan oleh
panitia, karena hal ini menyangkut akomodasi. Namun peserta yang tidak
menginap jam 06.00 pagi harus sudah
hadir di arena sinode karena proses Sidang Sinode
III mulai dari syering Kitab Suci pada pukul 06.00 pagi sampai dengan
selesai.
Tentang akomodasi, para peserta akan menginap di
beberapa tempat penginapan yakni di Hotel Maria, Bethania, Susteran Maria
Berduka Cita, Susteran Katekis Maria Imaculata. Seksi transportasi, menyatakan
siap melaksanakan antar jemput. Jadi
peserta tidak usah bingung karena akan
ada yang menjemput dan mengantar.Namun perlu diketahui, seksi transportasi
tidak melayani antar jemput peserta untuk urusan-urusan pribadi.
Seksi Keamanan, agar
benar-benar memperhatikan aspek keamanan lingkungan serta keamanan peserta sinode.
Pengamanan dilakukan di lokasi
sinode, yakni di pintu belakang dan depan Gereja FX
Kuta, pengamanan di Keuskupan Jalan
Tukad Balian, pengamanan di tempat penginapan para peserta. Kedatangan Bapak
Gubernur dan rombongan agar perlu pengamanan, namun harus diciptakan suasana
yang menawan.
Panitia Pelaksana Audiensi dengan Bapa
Uskup
Sempat Minta Foto Bersama
“Segala
persiapan panitia sudah beres dan sudah siap melaksanakan Sinode.” Demikian
kurang lebih dilaporkan Ketua Umum Panitia Sinode III keuskupan Denpasar Rm.
Herman Yoseph Babey,Pr saat panitia pelaksana melakukan audiensi dengan Bapa
Uskup Denpasar, Mgr. DR. Silvester San, Sabtu (19/11) lalu, di ruang tamu
lantai II Kantor Keuskupan Denpasar, jalan Tukad Balian Denpasar.
Laporan
kepada Bapa Uskup ini penting, sebab selama dua pekan sejak 4 – 17 November
lalu Bapa Uskup berada di Jakarta menghadiri sidang tahunan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).
Atas laporan
tersebut, Bapa Uskup pun menyampaikan terima kasih dan bergembira karena
Panitia sudah menyiapkan pelaksanaan Sinode III ini dengan baik. “Ya, saya tahu
kerja panitia sudah baik, saya yakin pelaksanaan sinode ini dapat berjalan dengan baik juga,” harap Bapa Uskup.
Seusai
audiensi itu, sebagian panitia yang dipimpin Ketua Umum langsung menuju Paroki
Kuta untuk menyiapkan segala sesuatu menjelang pelaksanaan Sinode III. Namun, sebelum berangkat, Ketua Umum mohon
doa dan berkat lebih dulu dari Bapa Uskup.
Setelah doa
dan berkat dari Bapa Uskup dan kaki hendak melangkah keluar ruangan, beberapa
ibu Panitia minta Bapa Uskup untuk foto bersama dulu. Komplit deh, dapat
pujian, doa, berkat, foto bersama lagi... HA
Sore Ini Sinode III Rencananya Dibuka
Gubernur Bali
Rencananya
Sinode III Keuskupan Denpasar akan dibuka Gubernur Bali, Made Mangku Pastika.
Konfirmasi terakhir saat rapat pleno panitia pelaksana Sinode III di lantai IV
pastoran Kuta, minggu lalu, koordinator Seksi Humas Yusdi Diaz, melaporkan
bahwa besar kemungkinan Gubernur Bali sendiri yang hadir dan membuka secara
resmi Sinode III Keuskupan Denpasar.
Dalam
pembukaan nanti, diperkirakan akan dihadiri sekitar 500 orang undangan,
termasuk peserta dan panitia. Hadir pula dalam pembukaan nanti Direktur Bidang
Agama Ditjen Bimas Katolik Kementerian Agama RI. Warta terakhir dua hari lalu,
Dirjen Bimas Katolik Bapak Anton Semara Duran yang semula dipastikan hadir,
ternyata mendisposisikan kepada Direktur Bidang Agama, sebab Dirjen sendiri
saat bersamaan ada tugas lain yang tidak dapat ditinggalkan.
Selain dari unsur
Pemerintah, dalam pembukaan nanti akan
dihadiri oleh tokoh-tokoh lintas agama dan tokoh masyarakat lainnya. Diundang
juga perwakilan umat dari seluruh paroki/stasi di Bali serta para anggota
komunitas ordo/kongregasi se-Bali selain peserta yang menjadi utusan
paroki/stasi.
Acara
pembukaan nanti bakal diramaikan oleh tetabuhan gamelan Bali persembahan paroki
St. Paulus Kulibul, lengkap dengan penarinya.
Sebelum
acara pembukaan yang rencananya dimulai pukul
18.00 wita, akan diadakan misa pembukaan secara konselebrasi yang dipimpin
langsung Bapa Uskup, dan didampingi oleh seluruh imam di Keuskupan Denpasar.
Paduan suara Paroki Katedral Roh Kudus Denpasar akan memeriahkan misa pembukaan
nanti. Misa dimulai pukul 16.30 wita di Gereja St.
Fransiskus Xaverius Kuta. HA
Ada Tikus Kecil Lewat, Sound System
Lancar
Om Stef Agung lumayan terlelap di tengah riuh rendah sidang
sinode hari ketiga kemarin. Walau hanya sebentar, namun
cukup memberi efek segar bagi “pimpinan” Seksi Sound System ini. Setelah
tersadar dari lelapan beberapa menit itu, Om Stef yang setia ditemani Pak Pri
dan Yulius, kembali mengutak-atik di depan peralatannya.
Ketika Jurnal ini menanyakan, apakah dalam tiga hari sinode berlalu ada masalah dengan sound system, dengan
gembira Om Stef mengatakan, “Semua aman, tidak ada masalah.” Namun menurut Om
Stef, dia sempat kwatir ada tikus kecil yang lewat dekat meja notulensi di sisi
timur. “Saya lihat ada tikus kecil lewat, tetapi sudah pergi,” katanya. Om Stef
pantas kuatir, kalau kabelnya dimakan tikus, pasti sidang terganggu. Untung, tikusnya kecil ya Om.HA***
Pasien Seksi Kesehatan Lebih dari 40
Orang
“Sidang Tegang, Banyak Tensi Naik”
Selama tiga hari sinode, ternyata Seksi Kesehatan yang
menempati Klinik Gereja St. Fransiskus Xaverius Kuta,
ramai dikunjungi ‘pasien’ baik dari peserta maupun panitia. Petang kemarin,
saat Jurnal Sinode III memantau situasi di klinik itu, kebetulan sedang tidak ada pasien yang berkunjung. Maklum,
kala itu peserta sudah pada masuk ruangan mengikuti sidangpleno.
Namun, petugas Seksi
Kesehatan yang ditemui, termasuk dr.
Setyawati, Koordinator Seksi Kesehatan, menceritakan kalau yang datang ke
klinik lumayan banyak. Sejak sinode dibuka pada 21 November hingga sore kemarin
sudah 46 orang yang mengunjungi kilnik kesehatan yang terletak di pojok barat
ruang sidang ini.
“Sakitnya apa saja Bu?”tanya Jurnal Sinode III. Dr. Setyawati, Koordinator Seksi Kesehatan spontan
menjawab, “Mungkin karena suasana sidang tegang banyak yang tensinya naik.”
Selain pusing karena tekanan darah, kebanyakan ‘langganan’ klinik beberapa hari
ini karena capek dan sakit perut. Ya, semoga saja semua akan sehat-sehat ketika
nanti pulang ke rumah masing-masing, seusai Sinode ini. HA***
HP Hilang
Salah seorang peserta Sinode III, ibu Erna Sandi
mengalami nasib apes kemarin. Dua buah HP miliknya hilang di sekitar meja makan
di depan gereja ketika hendak sarapan pagi kemarin. Ceritanya kedua benda
berharga tersebut diletakkan ibu Erna di atas salah satu meja saat dia hendak
mengambil makanan. Kendati demikian, ibu Erna tak mau terlalu larut dalam
kesedihan. Terbukti, ibu Erna “tidak mati gaya” saat hendak difoto di sela-sela
makan siang kemarin. Kepada peserta lain, supaya hati-hati saja meninggalkan
barang berharga terutama ketika sedang berada di luar ruang sidang. Dan
siapapun yang mengambil HP tersebut, segeralah bertobat, ingat Kerajaan Allah
sudah dekat! HA***
Bertanya, Malah Tanya Balik. Itulah
Orang Indonesia
Sadar atau tidak, orang Indonesia itu sukanya bertanya
balik kepada orang yang bertanya. Mau bukti? Simak cerita ringan di ruang yang
terletak di pojok timur ruang sidang sinode ini. Pemilik cerita ini adalah
salah satu anggota SC, Rm. Pungky Setiawan, SVD. “Orang Indonesia itu suka bertanya
balik,” Rm. Pungky memulai cerita. Lantas, Rm. Pungky memberi contoh. “Kalau
ada yang bertanya, misalnya, gereja Kuta itu di mana ya? Bukannya langsung
menjawab di mana alamat Gereja Kuta, tetapi malah ditanya balik, Anda siapa,
dari mana, keperluan apa, dst... dstnya...,” katanya. Apa karena itu
menyebabkan bangsa kita tidak maju-maju ya???! HA***
Diskusi I, Musik Tak Bisa Bunyi
Ini cerita dari
Seksi Acara, yang salah satu acaranya adalah menghibur para peserta dengan
memutar musik atau lagu-lagu yang menyenangkan, terutama ketika peserta sedang
istirahat. Namun kemarin karena kelompok diskusi yang berlokasi di sekitar
ruang makan di depan gereja, diskusinya cukup alot, sehingga musikpun tidak bisa
bunyi. “Ada juga peserta yang sedikit protes kepada kita, karena musik tidak bisa
dibunyikan,” kata Pak Bambang, Koordinator Seksi Acara, seraya menambahkan,
“Tapi tidak apa-apa, yang penting sidangberjalan baik dan menghasilkan yang
terbaik juga bagi karya pastoral di Keuskupan kita.” Betul itu Pak Bambang. HA***
Di sana Sinode, di Sini Sinoda
Ada-ada saja kelakar dari kawan-kawan yang mengamankan
jalannya Sinode III ini. Kemarin petang mereka berkumpul dan saling bercanda
santai di dekat pintu masuk utama Gereja St.
Fransiskus Xaverius Kuta ini. Ketika melihat Jurnal Sinode III ini lewat di
sana, mereka minta difoto. “Foto kami dulu Pak Hiro,” pinta Pak Rico, anggota
TNI kita yang gabung dalam Seksi Keamanan Sinode. Ketika ditanya, bagaimana
dengan keamanan, mereka kompak menjawab, “Siap, situasi aman-aman saja.” Namun
salah seorang di antara mereka nyeletuk, “Di sana sinode kita di sini sinoda.”
Maksudnya Pak? “Ya, seperti mas lihat, kita juga duduk setengah melingkar, tapi
kita sedang sinoda. Agendanya adalah melihat-lihat orang yang lalu lalang di
depan jalan,” katanya sambil terbahak. Ada-ada saja.. HA***
Foto Bersama
Kendati sangat sibuk dengan berbagai urusan demi
menyukseskan penyelenggaraan Sinode III ini, namun Ketua Umum Panitia Sinode
III, yang juga Pastor Paroki Tabanan, Rm. Herman Y. Babey, Pr, tidak sedikitpun
mengurangi perhatiannya pada utusan lain dari Paroki St. Maria Immaculata
Tabanan. Kemarin, saat istirahat untuk makan siang, Rm. Babey memanggil semua
delegasinya guna foto bersama di depan meja sidang dengan latar belakang spanduk
Sinode III. Kebetulan di ruangan sidangmasih ada Bapa Uskup, maka kesempatan
itupun tidak disia-siakan. Jadi deh, utusan dari Tabanan ini foto bersama Bapak
Uskup. HA***
“Ini Teman Kelas Saya Saat Novisiat”
Bukan hanya Pater Provinsial SVD Jawa (lihat Jurnal
kemarin) yang bertemu sahabat lama di arena Sinode III ini. Pendamping Ahli
Sinode III, Rm. Marianta, SVD juga ternyata bertemu teman lama saat sama-sama
di Novis SVD Malang beberapa tahun silam. Teman yang dimaksud adalah mas
Bambang, umat paroki St. Yoseph Denpasar. “Ini teman kelas saya saat novisiat
SVD di Malang,” kata Rm. Marianta, memperkenalkan sahabatnya yang kebetulan
juga kenal baik dengan Redaktur Jurnal Sinode III ini. Wah, banyak yang bertemu
kawan lama rupanya.... HA***
Laporan Hari Pertama Sinode III
Perjalanan
Persiapan Sinode III Keuskupan
Denpasar selama satu tahun akhirnya sampai juga pada aksi nyatanya yakni penyelenggaraan
Sinode III itu sendiri. Senin Sore 21 November 2011, rangkaian Sinode III yang
direncanakan akan berlangsung selama
lima hari diawali dengan Misa
Kudus dan dibuka oleh pejabat Pemerintah.
Doa
umat yang didaraskan di paroki-paroki
setiap hari Minggu selama satu tahun sejak November 2010 hingga Minggu 20 November 2011 tak sia-sia. Seluruh
persiapan sinode berjalan
sesuai dengan yang direncanakan. Senin siang, para peserta sinode mulai berdatangan di Gereja St. Fransiskus Xaverius Kuta,
tempat dimana Sinode III berlangsung.
Dan
sekitar jam 16.30 Wita Yang
Mulia Bapak
Uskup Denpasar Mgr.DR.
Silvester san,Pr didampingi Vikjen Keuskupan Denpasar Romo Yoseph Casius
Wora,SVD dan Ketua Umum Panitia Sinode III Romo Herman Yoseph Babey,Pr memimpin
misa pembukaan bersama dengan para imam yang berkarya di Keuskupan Denpasar dan peserta sinode.
Bapak
Uskup dan para imam diarak dari pastoran Paroki St.Fransiskus Xaverius dengan iringan musik Bleganjur dari
umat Paroki St. Paulus Kulibul. Misa
pembukaan semakin hikhmat oleh lagu-lagu yang dibawakan anggota Paduan Suara Katedral.Misa
berlangsung selama satu setengah jam.Usai misa pembukaan dilanjutkan dengan
acara seremonial pembukaan sinode oleh
pejabat pemerintah, berlangsung di dalam Gereja
St. Fransiskus Xaverius Kuta. Acara pembukaan dengan pembawa acara Romo
Flavianus Endi,Pr diawali dengan tarian ‘selamat datang’ yang dipersembahkan
oleh gadis-gadis cilik dari Paroki St.
Paulus Kulibul.
Selanjutnya,
acara demi acara menandai kegiatan pembukaan itu yakni sambutan Ketua Umum Panitia Sinode III Romo Herman Yoseph Babey,Pr, sambutan Bapa
Uskup Denpasar Mgr.DR. Silvester San,sambutan tertulis Dirjen Bimas Katolik
Kementerian Agama RIyang dibacakan oleh
Sekretaris Dirjen Bimas Katolik FX Suharno dan sambutan tertulis
Gubernur Bali yang dibacakan oleh Kabiro
Kesra Setda Provinsi Bali I Gusti Putu Yudi Arnawa,SH, sekaligus membuka Sinode
III Keuskupan Denpasar ditandai dengan pemukulan gong.
Setelah
makan malam, dilanjutkan dengan penyampaian alur kegiatan selama lima hari oleh Ketua Umum Panitia
Sinode serta perkenalan para peserta. Rangkaian kegiatan hari pertama sinode berakhir dengan nonton
bareng pertandingan final sepak bola SEAG XXVI
antara Indonesia melawan Malaysia
yang berakhir dengan penalti
dan dimenangkan oleh Malaysia dengan
skor 4-3. Ketua Umum Panitia Sinode III Romo Babey menghibur para peserta
sinode katanya, “Jangan sedih, Indonesia kalah penalti, itu kalah terhormat.”
Agust GT
Non Aver Paura
Non
Aver Paura, jangan takut, inilah penegasan Bapak Uskup Denpasar Mgr. DR. Silvester San,dalam
kotbahnya pada misa pembukaan Sinode III,
Senin sore 21 November 2011 di Gereja
St.FX Kuta. Bapa Uskup mengutip
pernyataan mendiang Paus Yohanes Paulus II, Non Aver Paura, jangan takut
untuk memancarkan wajah Kristus dimana
saja kita berada.
Bapak
Uskup mengawali kotbah dengan sebuah ilustrasi bahwa
dewasa ini ada krisis tokoh model. Krisis tokoh model itu ditandai
dengan banyak tokoh yang tidak
menunjukkan dirinya sebagai tokoh model, dimana
kata-kata tidak sesuai dengan
tindakannya. Seringkali apa yang
dikatakan tokoh, diucapkannya tidak sesuai dengan apa yang dilakukannya.
Maka muncul kebohongan, kemunafikan.
Bapak
Uskup menegaskan bahwa Yesus Kristus adalah Tokoh Model. Ketika kita sulit
menemukan tokoh model di masa kini maka kita
menemukan tokoh model dalam wajah Yesus Kristus. Apa yang dikatakanNya
sesuai dengan apa yang diperbuatNya.Sebagai tokoh model Yesus memancarkan wajah Allah di tengah dunia, memancarkan
kebenaran kepada dunia.
Bapak
Uskup tegaskan, Sinode III Keuskupan Denpasar mengajak kita semua untuk memancarkan wajah Yesus Kristus di keuskupan
ini di mana saja kita berada. Sinode III mengundang umat Katolik di Keuskupan
Denpasar yang hanyalah kawanan kecil
diantara masyarakat Bali yang mayoritas Hindu dan masyarakat Nusa Tenggara
Barat yang mayoritas Islam
untuk jangan berkecil hati. Umat Katolik harus memancarkan wajah Kristus dimana
saja berada. Meskipun harus berhadapan dengan tantangan karena harus berhadapan dengan orang-orang yang mempunyai
pandangan radikalis.
Bapak
Uskup mengajak umat Katolik
di Keuskupan Denpasar untuk tidak takut memancarkan wajah Kristus. Bapak Uskup
minta agar umat Katolik
di Keuskupan Denpasar jangan takut untuk
mewartakan kebenaran, jangan takut untuk memancarkan wajah Kristus dimana saja
berada sehingga Gereja Keuskupan Denpasar
semakin inklusif dan transformatif. Agust GT
Romo
Herman Yoseph Babey,Pr
Untuk Mencapai Bonum Commune
Dalam
sambutan di depan BapakUskup
Denpasar Mgr.DR.
Silvester San, Sekretaris Dirjen Bimas Katolik Kementerian Agama RI FX Suharno,
Kabiro Kesra Provinsi Bali, Pembimas Katolik Bali dan NTB serta pejabat
pemerintah dan tokoh masyarakat, Ketua Umum Panitia Sinode III Keuskupan
Denpasar Romo Herman Yoseph
Babey,Pr mengatakan, sinode ini adalah kesempatan untuk
merefleksikan keberadaan Gereja yang lebih terbuka dan berdaya ubah menuju pada visi besar yakni tercapainya bonum
commune, kesejahteraan umum.
Romo
Babey sampaikan bahwa kehadiran para peserta yang didukung oleh kehadiran unsur
Pemerintah, tokoh lintas agama dan undangan lainnya dalam acara pembukaan ini,
memiliki makna strategis dalam segala karya pastoral Keuskupan Denpasar. Dalam
peristiwa
iman ini selaku Ketua Umum Panitia,
Romo Babey pun melaporkan kerja kepanitiaan Sinode III yang setahun lalu
menerima limpahan tanggung jawab dari Yang Mulia Bapak Uskup selaku pimpinan
Gereja Lokal Keuskupan Denpasar. Romo Babey mengatakan, sebagai panitia
pelaksana mereka telah berupaya sedemikian rupa dalam menyiapkan kegiatan ini
dengan segala kekurangan dan kelebihannya demi suksesnya penyelenggaraan Sinode
III Keuskupan Denpasar.
Romo
Babey melaporkan tahapan Sinode III Keuskupan Denpasar yang mengusung tema: “Memancarkan
Wajah Kristus melalui Gereja yang Inklusif dan Transformatif” dimulai
dengan pelatihan fasilitator Focus Group Discussion (FGD) yang langsung
difasilitasi oleh pendamping ahli Sinode III, yaitu putra Bali kelahiran
Gumbrih Rm. Yohanes I Wayan Marianta, SVD, MA. Sejumlah agen pastoral dilatih
menjadi fasilitator FGD guna mendapat evaluasi kritis sekaligus mengail segala
masukan dan harapan umat mulai dari tingkat basis atas karya pastoral kita di
Keuskupan Denpasar.
Setelah
melewati tahap-tahap pengumpulan data, selanjutnya diselenggarakan Pra Sinode III di
tingkat Dekenat.
Mulai dari Dekenat NTB, kemudian Dekenat Bali Timur dan terakhir di Dekenat
Bali Barat. Hasil Pra Sinode inilah yang nantinya akan kita godok lebih jauh
lagi sambil mendengarkan masukan para nara sumber untuk beberapa bidang
tertentu.Dilaporkan pula bahwa peserta atau delegasi Sinode III Keuskupan
Denpasar terdiri dari Dewan Pastoral Keuskupan dan Dekenat,
utusan Paroki/Stasi, Yayasan Pendidikan, Kesehatan, Kongregasi, unsur Pemerintah
dan kelompok Kategorial. Data
terakhir dari Seksi Sekretariat Panitia, peserta Sinode III berjumlah
173 orang, terdiri
dari perempuan: 32 orang
dan laki-laki 141 orang.
Romo
Babey berharap agar segala proses yang terjadi di tempat ini selama beberapa
hari ke depan tidak hanya berhenti pada rumusan-rumusan di atas kertas,tetapi
biarlah buah-buah pertemuan ini sungguh-sungguh menjadi nyata, menjadi buah
manis dengan menghadirkan Gereja yang memberi arti bagi umat dan masyarakat sekitar di manapun
Gereja hadir. Agust GT***
Bapak
Uskup Denpasar
Sinode di Tengah
Umat
Bapak
Uskup dalam sambutan saat pembukaan Sinode III Keuskupan Denpasar mengatakan
pantas menghaturkan syukur kepada Tuhan, yang telah menyertai perjalanan karya
pastoral yang dibangun sesuai hasil Sinode II 2006. Sinode II 2006 mengusung
Visi Dasar, “Keuskupan Denpasar sebagai persekutuan umat beriman kristiani,
berjuang mewujudkan Kerajaan Allah melalui Komunitas Basis Gerejawi yang
Inklusif dan Transformatif.”
Bapak
Uskup
lebih lanjut mengatakan periode pastoral kurun waktu lima tahun dengan
tema-tema yang berbeda setiap tahunnya ini telah dilalui bersama-sama dengan
segala suka dan dukanya. Tahun 2011 adalah tahun terakhir dalam menjalankan
amanat Sinode II yang mengusung tema: “Pendidikan nilai dalam Keluarga, Sekolah
dan Kesetaraan Gender.” Dengan berakhirnya
tema ini maka perlu rumusan arah karya pastoral serta visi,misi yang baru untuk periode
pastoral lima tahun berikutnya.
Bapak
Uskup tegaskan, sebagai pelanjut karya misi di wilayah Gereja Lokal Keuskupan
Denpasar, dirinya terpanggil untuk menyelenggarakan Sinode III. Baginya tidak
ada alasan untuk meniadakan sinode, sebab dasar hukum sinode secara jelas diatur dalam
Kitab Hukum Kanonik. Sinode menjadi
jaminan kesinambungan karya pastoral dari waktu ke waktu serta menjadi
kesempatan untuk membaharui visi dasar Keuskupan agar karya pastoral yang dibangun
senantiasa aktual dan sesuai zamannya.
Soal
tempat penyelenggaraan sinode
di Gereja FX Kuta dan bukan di hotel, Bapak Uskup mengatakan, selain umat
sebagai narasumber utama dalam Sinode III ini, tempat berlangsungnya Sinode III
ini sengaja dipilih di lingkungan gereja dengan alasan sederhana, sinode adalah sidangnya umat
sehingga tempat juga dipilih yang ada di tengah-tengah umat.
Bapak
Uskup juga ungkapkan, sebagai pelanjut karya misi di Gereja Lokal Keuskupan
Denpasar, Uskup mengucapkan terima kasih kepada para Uskup pendahulu yang telah
berpulang menghadap hadiratNya, yang telah meletakkan dasar yang kuat bagi
kesinambungan karya pastoral di tempat
ini. Allah yang maharahim berkenan menerima mereka dalam kebahagiaan abadi di surga. Agust
GT***
Dirjen
Bimas Katolik
Jadilah Orang Katolik Yang Benar
Melalui sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh
Sekretaris Dirjen Bimas Katolik FX Suharno, Dirjen Bimas Katolik Kementerian Agama RI minta agar
umat Katolik benar-benar menjadi orang Katolik yang benar. Dirjen Bimas Katolik
menyatakan apresiasi karena Keuskupan Denpasar menggelar Sinode III dengan
mengusung tema: “Memancarkan Wajah Kristus Melalui Gereja yang Inklusif dan Transformatif.”
Dirjen
mengatakan merasa terhormat diundang untuk hadir dalam acara pembukaan Sinode
III Keuskupan Denpasar. Dikatannya di era
globalisasi ini kehidupan
menggereja secara global semakin terpinggirkan lantaran dinilai bahwa dinamika
kehidupan Gereja Katolik sangat monoton, statis, membosankan akibat kalah
bersaing dengan perkembangan dan dinamika
kehidupan global yang penuh dengan warna modernis, kapitalisme,
konsumerisme, inovasitisme dan hedonisme.
Menurut
Dirjen, dalam suasana demikian, maka sangat penting umat Katolik memahami dengan benar kekatolikannya,
menghayati kekatolikannya secara mendalam, dan mengamalkan ajaran Katolik
secara sungguh-sungguh. Jadilah umat
Katolik 100 persen dan warga negara 100 persen. Dirjen Bimas Katolik juga
mengatakan akan terus membangun kerja sama dengan Gereja sebagai mitra kerja. Agust GT***
Gubernur Bali
Hindari Sikap Eksklusif
Dalam
sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh
Kabiro Kesra Provinsi Bali I Gusti Putu Yudi Arnawa,SH, Gubernur menyatakan
menyambut baik dan mendukung pelaksanaan Sidang Sinode ini sebagai salah satu
upaya meningkatkan kualitas kehidupan
keagamaan dan kemasyarakatan, khususnya umat Katolik.
Gubernur
katakan sangat bangga dengan terwujudnya keharmonisan dan kerukunan masyarakat
serta suksesnya penyelenggaraan pembangunan di daerah Bali. Dan ini adalah
berkat komitmen dan partisipasi seluruh masyarakat Bali termasuk seluruh
komponen umat beragama. Gubernur tegaskan, modernisasi telah membawa
nilai-nilai baru dalam lingkungan sosial budaya agama. Setiap orang yang telah
tersentuh dengan nilai-nilai tersebut
akan mencoba memberi makna baru pula dalam tatanan individu dan
sosialnya.
Lebih
lanjut Gubernur katakan, berbagai nilai modernitas yang berkembang sangat
berpotensi menimbulkan gangguan dan ancaman pada keharmonisan dan kerukunan
masyarakat Bali, salah satunya adalah sikap eksklusif. Gubernur minta agar
sikap ini dihindari.Gubernur mengajak umat Katolik untuk menjauhkan sikap
eksklusif dan selalu mengembangkan sikap inklusif sebagai masyarakat Bali yang
terbuka sesuai dengan filosofi Tri Hita
Karana. Gubernur minta agar dalam kehidupan bermasyarakat umat Katolikharus
berpegang pada norma agama dan tatanan nilai-nilai budaya dengan didasari
pikiran yang jernih serta hati nurani yang damai.
Gubernur
berharap agar Sinode III ini menjadikan proses perjalanan hidup Yesus Kristus sebagai
inspirasi kebangkitan umat menuju ketentraman dan kedamaian hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Gubernur juga berharap Sinode III ini
dapat melahirkan Visi, Misi dan Program Strategis Pastoral yang sungguh
memancarkan wajah Kristus yang hidup, sinergis, dinamis di tengah situasi
masyarakat yang dinamis dan penuh persaingan global.
Pilih Gemuk atau Kurus?
Yang
Mulia Bapak Uskup Denpasar Mgr. DR. Silvester San Selasa malam (22/11) tiba-tiba masuk ke ruang sekretariat. Kebetulan panitia yang sedang bertugas di sekretariat
sedang makan malam. Dan ada menu khusus RW. Apollo Daton sedang menikmati
RW tersebut.
Entah
mau berbasa-basi, Apollo Daton menawarkan RW kepada Bapak Uskup. Lalu dengan
santai Bapak Uskup menjawab, “Eeeh, kita
umur sudah begini, jangan lagi makan RW, nanti tambah gemuk.” Lalu Apollo
Daton menoleh ke arah Agust Thuru sambil berkata, “Om Agus mari
makan RW.” Dan Agust Thuru pun menjawab, “Eeeh…kita juga umur sudah 50-an, jadi
jangan makan RW lagi.” Dan Bapak Uskup pun berkata, “Eh…kalau Agust biar makan banyak-banyak karena dia kurus
begitu, tidak apa-apa.”
Lalu
entah siapa yang memulai, terdengar kata-kata “Orang kurus itu malah susah mati.” Dan sopir Bapak Uskup Sius
Lewar pun dengan suara mantap
berkata, “Orang kurus sulit mati, soalnya kalau mati, bakteri malas
makan.” Maka meledaklah tertawa di ruang sekretariat. Nah, mau pilih gemuk atau kurus? Terserahlah…GUS
Tidak Gampang Tak Berarti Tidak
Bisa
“Tidak gampang tak berarti tidak bisa.”
Ini merupakan sepercik dari pelbagai percikan kotbah YM Bapak Uskup Denpasar,
Mgr.DR. Silvester San saat merayakan misa pembukaan sidang akbar Sinode III
Keuskupan Denpasar. Alasan di balik pernyataan ini yakni adanya fakta krisis
“tokoh Model” dalam kehidupan dunia dewasa ini. Krisis terjadi karena banyak
tokoh yang diharapkan untuk menjadi model bagi orang lain tak konsisten dalam
mengsinkronkan kata dan perbuatan, ucapan dan teladan. Krisis tersebut sangat
tidak diharapkan menjiwai pelayanan kita. Kita para agen pastoral sangat
diharapkan untuk menjadi “tokoh model” bagi umat, layaknya Yesus Kristus “Sang
Tokoh Model” sejati bagi kita. Upaya menggapai “tokoh model” sejati memang tak
gampang. Namun itu tidak lalu berarti tidak bisa.
Untuk menjadi “bisa” butuh sebuah
keyakinan. Rm. Evensius Dewantoro, Pr selaku Ketua Panitia SC telah
menginspirasi kita untuk membangun keyakinan. Melalui refleksinya bertajuk: “Menerobos
batas Ketakmungkinan” beliau meyakinkan dirinya untuk “pasti bisa” mengemban
tugas yang dipercayakan sebagai Ketua Panitia SC. Buah dari keyakinan tersebut
telah dapat kita nikmati dari persiapan Pra Sinode Dekenat dan perjalanan awal
Sinode III ini.
Sinode III yang kita ikuti, hemat
saya merupakan “An intelectual & spiritual quest,” sebuah pertualangan
intelektual dan spiritual. Pertualangan intelektual karena kita (seturut
harapan Ketua Umum Panitia Sinode III Keuskupan kita, Rm.Herman Y. Babey, Pr)
diminta untuk berpikir, merefleksikan secara kritis perjalanan 5 tahun buah
Sinode II yang telah berlalu, lalu dengan bertumpu pada refleksi atas
pengalaman tersebut kita menatap dan menata perjalanan pastoral 5 tahun
selanjutnya di keuskupan kesayangan kita bersama ini. Pertualangan spiritual
karena dasar dan kekuatan utama dari perjalanan sinode yang kita lakukan ini yakni
iman akan Tuhan kita Yesus Kristus. Pemilihan gereja sebagai tempat pelaksanaan
sinode ini (sebagaimana yang telah kita dengar dari pengakuan YM Bapak Uskup
San), merupakan representasi dari iman kita akan Yesus Kristus di mana gereja
merupakan simbol dan sarana pemersatu para umat beriman yang universal dan
menyelamatkan.
Sinode III sebagai “An intelectual
& spiritual quest” bagi kita memang merupakan sebuah pekerjaan “tak
gampang”. Namun tak berarti kita “tak bisa”. Meminjam spirit masyarakat kita menyambut
dan merayakan SEA Games ke-26: “KITA BISA, KITA PASTI BISA”, Kita para peserta
Sinode III pun perlu menanamkan keyakinan dalam diri kita bahwa “KITA BISA,
KITA PASTI BISA” mensukseskan sinode ini, bahkan bisa “menerobos ketakmungkinan.”
“Memancarkan
Wajah Kristus melalui Gereja yang Inklusif dan Transformatif”, yang menjadi
target kita dari Sinode ini, bagi kita memang “tidak gampang”. Namun tak
berarti kita “tidak bisa”. Bersama “Allah yang memberi Pertumbuhan” KITA PASTI
BISA. Selamat bertualang dalam Sinode III. Rm.
Eman Ano, Pr***
Adonan Ragi di “Sasambo”
Pertualangan
Sinode hari ke-3 dimulai dengan upaya menemukan dan menampakkan diri sebagai figur
transformator dalam tugas-tugas
sebagai “imago Christi.” “Ragi” yang tercampur dalam adonan (tepung), yang
diangkat oleh Yesus dalam perumpamaan tentang hal Kerajaan Surga menjadi
“inspirator” refleksi diri untuk saling membagi pengalaman kemuridan Kristus. Tulisan ini tidak bermaksud untuk
melanggar kode etik sharing Kitab Suci, karena motif dan tujuan dibalik
pemunculan sharing pengalaman ini yakni bisa saling memperkaya dalam menambah
bekal penghayatan misi inklusivitas dan transformatif yang kita impikan.
Bagaimanapun kebijaksanaan ini tak terbantahkan kebenarannya: “experience is
the best teacher: pengalaman adalah guru yang terbaik” untuk menata kehidupan
dan pastoral kita selanjutnya.
Dari
pelbagai pengalaman yang mencuat dalam sharing kelompok kami, dalam tulisan
ini, saya membatasi diri pada sharing
dari rekan-rekan se-Dekenat NTB, yang terangkum dalam budaya “SASAMBO” yang
adalah Sasak (Lombok), Samawa (Sumbawa), Mbojo (Bima).
Dari
Sasak (Lombok), Bp Egi Siba dengan bertumpu pada Sabda Yesus “berjaga-jaga dan
berwaspada”, mengungkapkan betapa
penting memiliki sikap berjaga-jaga dan berwaspada dalam “meragi”: melakukan
interaksi dan bergaul dengan masyarakat yang tak seiman. Hal ini penting karena
tidak semua orang tak seiman memiliki kejujuran dan ketulusan hati dalam
bergaul. Jadi, butuh sikap yang kritis dalam berdialog.
Sr.
Margareta, JMJ dari Samawa (Sumbawa) membagi pengalaman “menjadi ragi” saat
menjabat sebagai Kepala Sekolah baru di SMAK St. Gregorius Sumbawa Besar.
Berhadapan dengan kondisi sekolah yang didominasi oleh kelompok mayoritas muslim,
dengan gaya lama yang permisif dan tak disipilin, beliau harus mengambil
keputusan untuk mengeluarkan seorang murid yang melakukan tindakan tidak etis
di lingkungan sekolah pada jam sekolah. Protes dari rekan kerja sempat mencuat,
bahkan mengancam untuk mengajukan masalah dikeluarkannya anak tersebut ke
lembaga hukum. “Silahkan Pak. Yesus, Guru saya juga sudah diperlakukan dan
diadili depan hukum yang tak adil koq”, tegas Sr. Margareta menyergap
pernyataan tersebut. Kata-kata itulah yang ternyata amat manjur meruntuhkan
intimidasi lawan bicaranya tersebut, sehingga akhirnya bergumam: “O..gitu ya
Suster. Ya tidak jadi kita protes.” Di balik keberanian untuk “meragi” dengan
cara seperti itu, Suster JMJ yang belum setahun berkarya di Pulau Samawa
tersebut mengakui kalau keberanian itu merupakan penyelenggaraan Allah dalam
dirinya.
Adonan
ragi di daerah Sasambo berakhir di Mbojo (Bima). Ibu Marry, selaku Ketua WKRI
Bima mencoba “meragi” melalui pertandingan bola voli para ibu di Kabupaten
Bima. Kisah menarik terjadi saat partai final menghadapi tim ibu bupati. Beliau
dilema antara menuruti permintaan ibu bupati yang meminta pertandingan ditunda
esok harinya, dengan catatan harus melawan gairah bertanding dari timnya yang
sudah hampir meraih kemenangan, atau sebaliknya (WKRI pada saat itu sudah unggul
2 set pertandingan). “Saya dilema dengan permintaan ibu bupati. Di satu pihak,
kalau saya menerima maka konsekwensinya, saya akan dibenci oleh tim saya. Di
pihak yang lain, kalau menolak, saya merasa tidak enak dengan ibu bupati yang
nota bene sudah mengetahui kalau Gereja katolik sudah terkenal dengan ajaran
cinta kasihnya. Alhasil, yaya memutuskan untuk mengikuti permintaan Ibu Bupati
dengan konsekuensi siap dibenci dan dimarahi oleh tim saya. Alhamdulilah,
setelah melewati pergulatan yang panjang, akhirnya tim saya rela bermain
kembali esok harinya dan kami tetap muncul sebagai pemenang”, kenang beliau
saat membagikan pengalaman menghayati diri sebagai “ragi” yang bisa berpengaruh
dan berguna bagi orang lain.
Tentu
masih banyak pengalaman yang bisa diungkapkan dari pengalaman menjadi murid
Kristus di mana pun kita dipanggil dan diutus. Kita selayaknya mensyukuri
semuanya. Namun, misi pastoral kita tak kenal kata selesai, berkesinambungan
sembali selalu membaharui diri sejalan dengan prinsip “Ecclesiae Semper
Reformanda”. Semoga dengan spirit baru berkat Sinode III ini, semangat kita
untuk menjadi “ragi” yang berpengaruh dan berdayaguna, bisamakin memantapkan
langkah dan perjuangan kita menuju Gereja Katolik Keuskupan Denpasar yang makin
inklusif dan transformatif. Khusus buat rekan-rekan agen pastoral dari Dekenat
NTB, proficiat dan selamat berjuang lebih lanjut untuk menjadi “ragi”
dalam adonan budaya masyarakat “SASAMBO” di Pulau Lombok, Sumbawa, dan Bima.
Rm. Eman Ano, Pr***
Pesona “Tingting”
Sinode
III kita diberi kenikmatan oleh kehadiran permen “Garuda Tingting.” P. Gaby
Mite, SVD menurut pengamatan kami menjadi peserta yang paling kepincut dengan
kenikmatan yang dipersembahkan oleh permen tersebut. Kepergok, saat jedah salah
satu session kemarin, Pastor Paroki Bima ini sedang sibuk dari meja ke meja,
dengan dipandu oleh Mbak Selly Sembiring (peserta asal Mataram) mencari permen
berlabel “Tingting.” Setelah dikonfirmasi, beliau mengaku kalau amat terpesona
dengan kenikmatan mengecap permen “garuda tingting” tersebut.
Pesona
“garuda tingting” ternyata tidak hanya menghipnotis Pastor dari daerah “Ngaha Aina
Ngoho.” Pastor Paroki bertaraf internasional F.X. Kuta, Romo Hadi, juga sempat
kepergok sedang mencicipi permen “Garuda Tingting”. Selamat menikmati “Garuda Tingting.”
Kita berharap agar pesona permen “Garuda Tingting” tidak sampai mengalahkan
pesona Sinode III kita.-Romeo,Pr)***
Sinode dan Sepak Bola
Kalah Pinalti itu Terhormat
Ada
yang istimewa di hari pertama Sinode III Keuskupan Denpasar, Senin Sore 21
November 2011. Setelah makan malam agenda rapat adalah Orientasi Acara dan Perkenalan
yang dipandu oleh Ketua OC,SC dan Sekretaris. Tapi rupanya daya hipnotis
“Garuda Muda” membuat peserta maupun Panitia Sinode tidak bisa tenang.
Maka
yang terjadi adalah, di ruang sidang
Ketua Umum Panitia Sinode III Romo Herman Yoseph Babey,Pr harus tampil sebagai
reporter, “Kedudukan sementara satu kosong untuk Indonesia.” Dan di luar ruang sidang,
panitia mengarahkan pandangan mata ke televisi
21 inci. Di menit ke-7 sundulan kepala seorang pemain tim Garuda Muda merobek
gawang Malaysia. Luapan gembira pun
meledak, hanya saja tanpa suara…teriakan ….goolll….dengan berbagai ekspresi
hanya bagaikan desiran angin, pokoknya lucu…
Usai
session Orientasi Acara dan Perkenalan, peserta langsung bisa menyaksikan
pertandingan sepak bola antara Indonesia dan Malaysia di ruang sidang, layar lebar lagi. Maka
komentar dan teriakan bisa lepas bebas. Sedangkan panitia mengumumkan, supaya peserta segera menuju kendaraan masing-masing karena akan
segera dihantar ke penginapan masing-masing. Dasar si kulit bundar bola…banyak
peserta yang pura-pura tak dengar suara
panitia.
Ketika
Malaysia berhasil menjebol gawang
Indonesia, suara-suara kurang puas terhadap permainan Tibo, cs mulai muncul berseliweran. Macam-macam komentar
dilahirkan sepanjang pertandingan. Dan 90 menit kemudian, pertandingan berakhir
dengan kedudukan kosong-kosong. Di perpanjang
waktu 2 x 15 menit dua kesebelasan tak berhasil menjebol gawang
masing-masing.
Dan…akhirnya
mau tidak mau harus pinalti sebab tak mungkin dua-duanya kalah, juga tak
mungkin dua-duanya menang. Pinalti diawali Indonesia, ditendang oleh Tibo dan
gollll, dan seterusnya secara bergantian berusaha memasukkan bola ke dalam
liang gawang. Akhirnya skor 4-3 untuk
kemenangan Malaysia. Ketua Umum Panitia Sinode Romo Herman Yoseph Babey,Pr pun
menghibur para panitia di ruang sidang, “Jangan terlalu sedihkah, kalah pinalti
itu kalah terhormat” dan kami panitia pun meledak tawa…hahahaha…. Yah, ternyata
Romo Babey masih memberi obat penawar
lelah. Begitulah kalau kerja di larut malam. Agust GT
Belajar ‘Semangat’ dari Romo
Tertua
Para
peserta Sinode sukses mengikuti proses selama lima hari. Tapi seperti pepatah mengatakan, tak ada gading
yang tak retak, demikian pula keberadaan para peserta Sinode III ini.
Masih
ada peserta yang seperti para wakil kita di Gedung Wakil Rakyat Senayan Jakarta
yang suka tidur saat sidang atau suka bolos tetapi menitip tanda tangan di
daftar hadir. Jadi, percaya atau tidak, masih ada peserta sinode yang mengalami ‘ekstase’ sampai tertidur.
Masih ada peserta yang ‘keluar masuk’ ruang sidang hanya untuk menerima telepon
dari mana-mana,tanda bahwa betapa
sulitnya meninggalkan sejenak kelekatan terhadap alat-alat teknologi komunikasi
yang semakin canggih ini.
Masih
ada peserta yang terpaksa harus meninggalkan ruang sidang karena
kalah pada kemahakuasaan sebatang
rokok dalam berbagai merek. Pokoknya masih ada yang mengikuti sinode ini dengan
setengah badan, setengah rasa, setengah pikiran, setengah semangat dan
sebagainya. Memang yang setengah-setengah itu jumlahnya sedikit. Tapi idealnya
jangan ada yang begini ini. Mudah-mudahan di Sinoode IV nanti tak ada lagi yang
setengah-setengah itu.
Dan
di arena ruang sidang sinode, ada sosok yang setia mengikuti tahap demi tahap
proses Sinode III ini. Dia adalah Romo Servasius Subhaga,SVD Pastor Paroki St. Yoseph Denpasar. Di usianya yang sudah kepala 7 alias
di atas 70 tahun, Romo Subhaga
memperlihatkan stamina yang luar biasa. Ia
mengikuti kegiatan sinode ini mulai dari
shering Kitab Suci pada jam 06.00 Wita hingga selesai pada jam 21.00 Wita. Tak
heran kalau Romo Wanto memberikan
apresiasi kepada Romo Subhaga,”Mari kita tepuk tangan untuk Romo Subhaga yang
setia mengikuti sinode ini” dan tepuk tangan peserta sinode pun menggema.
Sosok
Romo Subhaga, ia adalah imam Serikat Sabda Allah (Societas Verbi Divini/SVD),
tercatat dalam sejarah Keuskupan Denpasar sebagai imam sulung di keuskupan ini yang ditahbiskan pada
bulan Juli 1969. Romo Subhaga menjadi inspirator panggilan imamat di Bali. Kita bersyukur Romo Subhaga diberikan umur panjang dan kemampuan untuk menjadi pembangun manusia pembangun. Romo Subhaga adalah
peserta Sinode I tahun 2001, Sinode II tahun 2006 dan kini, Romo Subhaga adalah
salah satu peserta Sinode III yang turut menghasilkan rekomendasi Visi, Misi
dan Strategi Pastoral Keuskupan Denpasar 2012-2016 ke depan. Semangatnya
pantas diteladani. Agust GT***
Demokrasi ‘ Tour’ dan Monyet Nakal
Ada
yang menarik di ruang sidang saat menunggu pemaparan rumusan Visi, Misi dan Strategi Pastoral
Keuskupan Denpasar 2012-2016 oleh Romo DR.
Dominikus Bagus Kusumawanta, Pr dan Romo Evensius Dewantoro,Pr, Kamis (24/11).
Ketua Umum Panitia Sinode III Romo Herman Yoseph Babey,Pr menuntun para peserta untuk menentukan tempat
‘tour’ bagi para peserta sinode.
Maka
diskusi pun tak kalah seru dibandingkan dengan diskusi-diskusi selama Sinode
III berlangsung. Banyak usulan tempat-tempat mana yang pantas dikunjungi. Agenda
panitia adalah, para peserta diajak untuk melihat kompleks rumah ibadat ‘Puja Mandala’ di Nusa
Dua, mengunjungi ‘Dreamland’ kemudian lanjut ke ‘Bhumiku’ untuk menikmati
serangkaian acara hiburan dan makan
malam. Tapi dalam diskusi berkembang soal tempat yang mau dikunjungi.
Seksi
Transportasi Bapak Frans Hendrik mengusulkan tour ke Puja Mandala, ke Pantai
Ulu Watu, lanjut ke Bhumiku. Tapi usulan ini mendapat tanggapan dari peserta.
Ada yang mengingatkan peserta harus berhati-hati kalau ke Uluwatu sebab di sana
banyak monyet-monyet nakal yang suka nyolong kaca mata, HP atau
dompet.
Rupanya
peringatan ini cukup mendapat respon peserta lain. Vikjen Romo Yosef Wora,SVD
mengusulkan agar peserta berkunjung ke Puja Mandala terus ke Gereja
Yesus Gembala Baik Ubung dan lanjut ke
Bhumiku, daripada ke tempat-tempat yang ada monyet-monyet nakal yang bisamengganggu
kenyamanan peserta. Seorang suster pun menyetujui usulan Romo Vikjen, kata dia,
daripada ke tempat yang ada
monyet-monyet itu.
Masih
banyak usulan, misalnya para peserta berkunjung ke Puja Mandala, ke Pantai Nusa
Dua, ke Gereja Ubung terus ke Seminari Tuka. Namun, ternyata ada peringatan jalan menuju Gereja Ubung sedang direnovasi
dan dipastikan akan terjadi kemacetan.
Setelah berdikusi cukup hangat
akhirnya…keputusan akhir adalah peserta tour ke Puja Mandala untuk
melihat rumah ibadah lima agama (Islam, Katolik, Protestan, Hindu dan Budha),
dan kalau masih ada waktu bisa ke pantai Uluwatu, setelah itu peserta
langsung ke Bhumiku di Jalan Gunung Soputan. Dan ini adalah hasil demokratisasi ala peserta Sinode III Keuskupan Denpasar. Nah…adakah yang merasa
‘dinakali’ oleh para monyet Uluwatu kemarin? Agust GT***
Lima
Tahun Ke Depan
Ada Kesepakatan, Aksi dan Reaksi
Lima
hari yang melelahkan telah berlalu. Tak terasa hari ini Jumat (25/11) adalah
hari terakhir sinode. Sebentar, kita akan kembali ke habitus kita
masing-masing. Dalam seluruh proses selama lima hari sinode telah
dihasilkan sejumlah kesepakatan. Tinggal
bagaimana aksi-aksi nyata dan bagaimana reaksinya.
Sinode
III telah menghasilkan Visi, Misi dan Arah Dasar Keuskuan Denpasar 2012-2016.
Sidang dengan materi ‘Pembahasan Visi
dan Misi serta Arah Dasar Keuskupan Denpasar
2012-2016’ berlangsung Kamis (24/11)
di aula sidang dipimpin oleh Romo DR.D.Gusti Bagus Kusumawanta, Pr dan Romo
Evensius Dewantoro,Pr. Peserta sepakat Visi Keuskupan Denpasar 2012-2016 adalah
Keuskupan Denpasar, sebagai persekutuan umat beriman Kristen Katolik yang
berkualitas, dialogis dan berdaya-ubah dalam memancarkan wajah Kristus di
dunia.
Visi
ini akan diaktualisasikan melalui misi-misi. Ada 12 misi yang mau dicapai dalam
karya pastoral lima tahun ke depan. Para peserta sinode tentu sudah ‘memegang
dan menyimpan’ butir-butir kesepakatan Visi dan Misi tersebut. Sebaiknya taruh
baik-baik agar jangan hilang. Kalau ada waktu bisa baca-baca lagi, biar
kesepakatan sinode tetap segar, tak lekang dimakan waktu.
Visi
dan Misi serta Arah Dasar Pastoral yang telah disepakati bersama adalah keputusan sinode. Tentu saja keputusan
tersebut diambil setelah melalui diskusi
yang melelahkan, koreksi secara cermat baik dari para imam
maupun awam peserta Sinode III. Seluruh masukan, entah ditujukan kepada
para pastor maupun kepada umat, hendaknya
tidak dipandang sebagai hal-hal yang membekas dan menjadi luka batin,
tetapi sebagai refleksi yang menginspirasi umat dalam membangun gerakan
Memancarkan Wajah Kristus Melalui Gereja yang Inklusif dan Transformatif.
Tanggapan Bapa uskup
Sejumlah
harapan peserta sinode memang terpancar
keluar. Maka Bapak Uskup Denpasar Mgr. DR. Silvester San,Pr menjelaskan, kata sinode dari sin dan odos
yang berarti berjalan bersama-sama, tidak sendiri-sendiri. Maka Visi, Misi dan Arah Dasar Keuskupan Denpasar
yang dirumuskan oleh Tim Perumus sudah maksimal. Peserta wajib memberi masukan
karena rumusan apapun tidak mungkin bisamemuaskan semua orang. Bapak Uskup katakan,
keuskupan dilihat sebagai lembaga, agar tidak terjadi salah tafsir maka
ditambah dengan kata persekutuan umat.
Bapak
Uskup juga berpendapat, kata persekutuan lebih cocok ketimbang komunitas, kata
Katolik lebih cocok di Indonesia untuk tidak menimbulkan salah tafsir orang lain. Kata dialog juga lebih baik
bertolak dari hasil SAGKI. Dan Bapak Uskup juga sebutkan, rumusan Visi, Misi dan
Arah Dasar Keuskupan Denpasar sudah mencakup banyak unsur.
· Romo
Wayan Maryanta,SVD
Berusaha Menyelesaikan Persoalan
Nara
sumber Romo Wayan Maryanta,SVD,MA telah mengambil bagian secara aktif dalam Sinode III ini.
Putra Paroki Gumbrih ini telah mendampingi para peserta baik pada saat Pra
Sinode maupun selama sinode berlangsung.
Ketika
rapat pembahasan Visi, Misi dan Arah Dasar Keuskupan Denpasar, Kamis (24/11)
kemarin, Romo Maryanta mengatakan bahwa masalah
ekonomi adalah persoalan yang menarik. Karena itu perlu masuk dalam
misi. Masalah KBG, umat masih mengalami kesulitan mendapatkan tempat
untuk melakukan kegiatan KBG.
Dikatakannya,
persoalan ekonomi menghambat mereka (umat) untuk aktif dalam kegiatan gereja.
Jika diperhatikan kesepakatan dari Pra Sinode kalau kita jejerkan hasilnya,
persoalan ekonomi memang dimunculkan. Di samping itu soal pendidikan Katolik,
ada keluhan bahwa Sekolah Katolik mahal. Keluhan ini harus dibaca bahwa umat
menginginkan anak-anaknya bersekolah di Sekolah
Katolik.
Soal
kualitas iman, masih harus dilakukan upaya peningkatan iman umat melalui
kegiatan katekese baik katekese umat maupun katekese sekolah. Soal KBG yang
belum optimal, hal ini disebabkan oleh, salah satunya karena kurangnya kualitas
fasilitator yang menggerakkan KBG.Masalah keluarga dengan kualitas rendah, kumpul
kebo adalah keprihatinan dalam karya pastoral. Maka perlu upaya penyegaran
kembali pemahaman keluarga sebagai Gereja Kecil yang sedang hidup di tengah
dunia dewasa ini.
Ada
keprihatinan terhadap Orang Muda Katolik. Orang muda kurang terlibat dalam kegiatan
Gereja atau tidak dilibatkan dalam kegiatan pastoral.Juga harus diakui bahwa
dalam struktur hirarkis, pastor sangat menentukan. Figur pastor yang diharapkan
adalah sebagai pelayan yang tulus. Maka perlu ada peningkatan kualitas
kepemimpinan hirarkis dan kepemimpinan kaum awam.
Wajah Yesus di Sekitar Kita
Malam
ini, dini hari Rabu 23 November 2011, entah mengapa, aku tak bisa memejamkan
mata. Aku sangat terganggu dengan wajah seorang pria kumal, tak terurus, yang
aku foto saat pulang dari kegiatan Sinode III Keuskupan Denpasar. Pria kumal
itu dengan lahap menyantap nasi bungkus pemberian
seorang penjual nasi di kompleks pertokoan tepi jalan By Pass Ngurah Rai, Kuta
Denpasar.
Aku
semakin terusik oleh foto pria ini manakala aku ingat bahwa di ruang Sidang Sinode III, Selasa malam (22/11)
antara pukul 19.00– 21.00 Wita, 150-an peserta Sinode III mendengar laporan
kelompok-kelompok yang mendiskusikan tema ‘Wajah Yesus Macam Apakah Yang Kita
Inginkan?’ Yah…para peserta yang dibagi dalam lima kelompok memang diberikan
waktu khusus untuk menemukan ‘Wajah Yesus’
yang sesuai dengan tuntutan zaman
masa kini melalui sebuah diskusi yang, kata mereka sangat seru.
Dari
hasil diskusi, muncul sederet litani Wajah Yesus yang sesuai dengan ini. Wajah Yesus yang lembut, Wajah Yesus
yang murah hati, Wajah Yesus yang selalu tersenyum, Wajah Yesus yang dialogis, Wajah
Yesus yang proaktif. Wajah Yesus yang cinta damai, wajah Yesus yang toleran,
dan seterusnya…dan seterusnya…dan seterusnya. Pokoknya, wajah Yesus zaman modern ini adalah Wajah
Yesus yang berada di segala aspek kehidupan dan di dalam semua orang yang
berkehendak baik membangun tata dunia untuk semakin beradab.
Wajah
Yesus sejak dahulu, kini dan
selama-lamanya, dipastikan akan tetap berpihak pada ‘Rakyat Kecil’, mereka yang
terpinggirkan, termarginalisasi, yang tak beruntung, yang teraniaya, yang terpaksa hidup di pengasingan, tanpa harapan akan masa
depan. Mereka yang hidup sekedar hidup, menunggu kapan datang giliran untuk
pulang ke rumah Bapa di surga.
Wajah
Yesus zaman
ini memang mudah ditemukan di seantero kota besar dan kecil, di bawah kolong
jembatan, di emperan toko, dan tempat lainnya yang ‘nyaman’ bagi mereka. Wajah
Yesus pun bisa ditemukan di tong sampah, dimana mereka mengais-ngais mencari
sesuatu, kalau-kalau ada sisa ‘nasi bungkus’ yang masih bisa dimanfaatkan untuk
mengganjal perut yang lapar.
Ratusan
Wajah Yesus bisa ditemukan di Tempat
Pembuangan Sampah (TPA) Suwung Denpasar yang saban hari berebutan sisa-sisa
makanan dengan ratusan sapi yang juga
mengais rejeki di tempat yang sama. Wajah Yesus ada di Pasar Badung dan
Kumbasari, dimana perempuan-perempuan
bercucuran keringat menjalankan profesi sebagai ‘Tukang Suun’, semalam suntuk, bukan karena ia hidup
dalam lingkaran kemiskinan secara material, tetapi akibat digempur oleh
kemiskinan secara sosial, bahwa perempuan secara adat harus bekerja.
Kalau
Wajah Yesus yang ada di sekitar kita dipaparkan di lembaran ini, pasti tak akan
ada habisnya. Bagi saya, Wajah Yesus yang kutemukan di jalan….. dan ketika aku
mengarahkan lensa kamera ke arahnya, ia tersenyum, itu juga Wajah Yesus yang
harus ‘disapa’ dalam berbagai cara, bukan sekedar sapaan kata-kata, tetapi
terutama menyapa mereka dengan aksi… membebaskan mereka dari belenggu
ketidakadilan dan ketidaksetiakawanan sosial. Wajah Yesus adalah wajahku,
wajahmu, wajah kita, wajah mereka, terutama yang tak beruntung. Wajah
Yesus yang tetap mempesona! ***Agust GT
Wajah Yesus yang Teraniaya di
Paroki Praya
Bulan
Oktober 1998, Gereja Katolik Paroki St. Yohanes Pemandi Praya, Lombok
Tengah dibakar massa. Dan sejak itu
kawanan kecil umat Katolik
di sana tak punya tempat untuk merayakan ekaristi secara wajar.Bukan tanpa
upaya untuk membangun kembali gedung gereja yang layak.Tapi,selalu ada hadangan di depan, merintangi seluruh gerak
dan aksi-aksi menuju pencapaian
cita-cita, sebuah Gereja baru yang transformatif. “Sudah enam kali kami
mengajukan permohonan untuk mendapatkan IMB dari Pemerintah, tapi sampai sekarang belum ada tanda-tanda akan disetujui”,
ujar Mikael No Mite, Katekis Paroki Praya yang juga saksi sejarah kerusuhan
massa Oktober 13 tahun silam.
Di
Praya, ada wajah Yesus, yang tetap teguh berhimpun di bawah kaki salibNya.
Mereka seperti layang-layang, diombang–ambingkan angin, tetapi mereka adalah layang-layang yang benangnya
terikat erat di kaki salib. Istilah
Mikael No Mite, kawanan kecil murid Yesus di Praya bagaikan ‘bola
pingpong’, dipimpong ke sana ke mari, tapi mereka tetap teguh pada imannya.
Masyarakat katakan, tak masalah gereja dibangun di Praya, tetapi yang berkuasa
di sana mengatakan, harus ada ijin dari masyarakat. Hasilnya, sampai sekarang,
hanya ada saling lempar alasan.
Apa
yang harus dilakukan untuk mewujudkan keinginan kawanan Yesus di Praya? Menurut No Mite, kalau Sinode III
ini berhasil, salah satunya karena umat
di paroki seluruh keuskupan mendaraskan doa setiap misa hari minggu.”Kami umat
Praya minta, bisakah didaraskan doa ‘Untuk Pembangunan Gereja di Praya’ setiap
hari Minggu
di seluruh paroki Keuskupan Denpasar?”, pintanya.
Nah,
maukah kita mendengar suara dari murid
Yesus di Praya? Mereka adalah Wajah Yesus yang teraniaya. Kapan penganiayaan akan
berakhir, doa selalu bisa
memutarbalikkan apa yang tak mungkin menjadi sebuah kemungkinan. Doa membuat
apa yang tak bisa menjadi bisa.
Berdoalah untuk Praya. Agust GT***
PENUTUP
Menuju
Gereja Yang Terlibat Dan Berdaya Ubah akan menjadi tema pastoral
kita saban hari. Tema ini bergaung (mempunyai resonansi) yang begitu kuat di
tengah retorika politik pragmatis tanpa komitmen jelas dan nyata untuk
kemaslahatan bersama. Asal muasal tema ini bukan sesuatu yang jatuh begitu saja
dari langit, tapi merupakan hasil refleksi dan jalan panjang bersama-sama
dengan pimpinan Gereja Lokal Bapak Uskup Denpasar, Mgr. DR. Silvester San, para
imam, biarawan-biarawati dan umat yang tersebar di Pulau Bali, Lombok dan
Sumbawa serta siapa saja yang telah merelakan waktu, tenaga dan pikiran bagi
tercapainya tujuan sinode ini.
Jalan panjang dan bersama-sama
ini tidaklah mudah, tetapi bukan berarti tidak mungkin. Ketidakmungkinan itu
telah kita terobosi, karena kita percaya pada Tuhan sekalipun Ia diam.
Keyakinan kepada Tuhan inilah realitas yang tidak pernah mati atau lebur kala
kita sedang berjalan bersama-sama selama kita mempersiapkan dan melaksanakan
Sinode III Keuskupan Denpasar.
Sinode III Keuskupan Denpasar
selanjutnya akan menjadi kaidah emas bagi umat untuk menemukan kebahagiaan
hidup di sini dan di akhirat. Viktor Franklin dalam bukunya Man’s Search for Meaning
mengatakan ”Kebahagiaan hidup tertinggi tidaklah terengkuh melalui pencapaian
kehendak untuk bersenang-senang (the will to pleasure), atau kehendak
untuk berkuasa (the will to power), tetapi dalam pencapaian kehendak untuk
menemukan makna (the will to meaning). Lima tahun ke depan adalah
pekerjaan rumah kita semua untuk menemukan makna pastoral yang tersirat dalam
tema Menuju Gereja Yang Terlibat Dan Berdaya Ubah.
Comments
Post a Comment